Sabtu, 12 Maret 2011

SYAIKHUL ISLAM IBNU THAIMIYAH

Oleh: Najib Shabiqul Khoirot

Biografinya
Nama beliau adalah Imam taqiyuddin Abu Abbas Ahmad bin Abdul Halim bin Imam Majduddin Abu Al-Barakat Abdussalam bin Abu Muhammad bin Abdullah bin Abul Qasim Muhammad bin Al-Khadr bin Ali bin Abdullah bin Thaimiyah Al-Harani. Lahir di Haran pada hari senin 10 Rabiul Awal tahun 661H bertepatan dengan tanggal 22 Januari 1263M.
Ayahnya hijrah bersamanya ke Damaskus ketika pasukan Tartar menyerang Negara-negara Islam tahun 667 H dan bertepatan dengan tahun 1268 M. Di Damaskus sang ayah tinggal bersamanya dan bersama keluarganya. Pada saat itu Ibnu Taimiyah masih kanak-kanak dan belum mencapai usia tujuh tahun. Lalu beliau tumbuh mencintai ilmu dan ulama. Beliau tidak tertarik dengan apapun selain sibuk menuntut ilmu dan berguru kepada para ulama. Ayahnya adalah seorang alim, pandai dalam ilmu dan hadits , sehingga menjadikan Ibnu Taimiyah juga senang berburu hadits dan rijal al-hadits (orang-orangnya)ktika tinggal di Damaskus, ayahIbnu Taimiyah menjadi terkenal dan mulia. Beliau mempunyai kelompok studi di masjid Damaskus. Beliau menjadi guru hadits di Daru As-sukriyah dan tinggal di dalamnya. Ini merupakan sekolah yang paling terkenal. Di sekolah inilah Ibnu Taimiah belajar dan pada saat itu beliau masih berusia kanak-kanak.
Beliau hafal Al-Qur’an pada saat masih kanak-kanak, lalu belajar ilmu hadits, fiqh, ushul fiqh,dan ilmu kalam. Beliau banyak belajar dari para fuqaha, para muhadits, membaca di hadapan mereka, mengambil dari mereka dan mendebat mereka pada saat beliau masih kanak-kanak. Suatu hari, ketika akan pergi ke perpustakaan, beliau dicegat oleh seorang yahudi yang rumahnya berada di antara perpustakaan dan rumahnya. Orang yahudi itu bertanya kepadanya tentang segala sesuatu karena ia tahu bahwa Ibnu Taimiyah adalah seorang yang cerdas dan jenius sejak kecil. Ibnu Taimiyah menjawab pertanyaan itu dengan cepat hingga orang yahudi itu takjub kepadanya. Ia terus bertanya kepada Ibnu Taimiyah dengan tujuan untuk mmeragukan pemikiran beliau. Akan tetapi semua itu tidak menambah kecuali beliau justru semakin berpegang teguh kepada agama dan aqidahnya, dan sesaat kemudian, orang yahudi itu masuk islam dan bagus keislamannya.
Penduduk Damaskus tercengang melihat kejeniusan Ibnu Taimiyah karena kejeniusan hafalannya dan kecepatan pengetahhuannya. Adz-Dzahabi berkata tentangnya: “Beliau menghadiri sekolah-sekolah dan perkumpulan-perkumpulan pada masa kecilnya, mendebat dan menyanggah orang-orang besar. Beliau datang dengan membawa problematika ilmu yang membingungkan para ilmuwan di Negerinya. Lalu beliau mengeluarkan fatwa pada saat beliau masih berusia 19 tahun dan pada usia itu pula beliau mulai mengumpulkan dan menulis. Orang-orang yang setuju atau menentangnya sama-sama memuji beliau dan beliau terus menulis buku-bukunya hingga jumlahnya mencapai sekitar tiga ratus jilid.
Prinsip pemikiran Ibnu Tamiah yang terkenal adalah bahwa, “tidak ada pertentangan antara akal yang sarih (jelas) dan naql yang sahih.” Prinsip ini tertuang dalam bukunya, Bayaan Sarih As-Ma’qul

Pandangan dan jalan berpikir Ibnu Taimiyah
Sebagai penganut aliran salaf maka ia hanya percaya kepada syariat dan aqidah serta dalil-dalilnya yang ditunjukkan oleh nash-nash, karena nash tersebut merupakan yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad. Maka aliran ini tidak percaya kepada metode logika rasional yang dianggap asing bagi islam. Karena metode-metode semacam itu tidak terdapat dalam masa sahabat maupaun tabi’in. Baik dalam masalah ushuludin, fiqh, akhlak, dan lain-lain, selalu ia kembalikan kepada alqur’an dan hadits yang mutawatir.bila hal itu tidak dijumpai, maka bersandar kepada pendapat-pendapat pra sahabat, meskipun ia sering kali memberikan dalil-dalilnya berdasarkan perkataan tabi’in dan atsar yang mereka riwayatkan, khususnya dalam tukar pikiran.
Akal pikiran menurut Ibnu taimiyah amatlah terbatas, apalagi dalam menafsirkan Al-Qur’an dan Hadits. Ia meletakkan akal pikiran dibelakang nash-nash agama yang tidak boleh berdiri sendiri, tidak berhak untuk menafsirkan, menguraikan alqur’an kecuali dalam batas-batas yang diizinkan oleh kata-kata (bahasa) dan dikuatkan oleh hadits. Akal pikiran hanyalah sebagai saksi pembenar dan penjelas dalil-dalil Al-Qur’an. Ia amat menentang pandangan berpikir golongan mu’tazilah.
Ibnu Taimiyah memandang Imam Al-Ghazali telah menerjunkan dirinya ke dalam masalah ta’wil secara mendalam. Ta’wil malah merupakan salah satu diantara berbagai metode pembahasan. Oleh karena itu disamping ahli ilmu kalam, ia adalah filosuf dan juga seorang sufi.
Dalam bidang ilmu kalam Ibnu Taimiyah menerangkan tentang wujud Allah, keesaan Allah, hubungan antar khalik dengan makhluk berdasarkan dengan dalil yang di ambil dari Al-Qur’an, sunnah , dan itsar dari ulam salaf. Ia sangat menghindari Interpretasi melalui filsafat yang bersandar pada bukti rasional dan akal pikiran. Ia tidak sepaham dengan filosuf, termasuk Al Ghazali.

Sanjungan (pujian) para Ulama’ terhadap Ibnu Taimiyah
Alhafidz Syamsyuddin Adz-Dzahabi mengatakan “Syaikh kami Ibnu Taimiyah adalah syaikh islam, putra unggulan zaman, lautan ilmu dan penjaga agama”.
Ia juga mengatakan, “Ia lebih besar dari pada apa yang disebutkan mengenai sifat-sifatnya oleh orang sepertik, seandainya aku disuruh bersumpah antara pojok ka’bah dan maqam Ibrahim maka aku akan mengatakan,” Sesungguhnya aku tidak melihat dengan mataku sendiri seorangpun yang menyamainya dan demi Allah, dan dia juga tidak melihat seorangpun yang menyamainya dalam ilmu”.
Alhafidz Ibnu Sayyidinas mengatakan “ aku mengetahuinya dari orang-orang yang mengenalinya bahwa ia mempunyai ilmu yang luas dan menghafal hampir semua sunnah dan atsar. Jika berbicara tentang tafsir maka ia adalah pemegang benderanya, jika memberikan fatwa dalam ilmu fiqh maka ia adalah orang yang mengetahui tujuan-tujuan akhirnya, jika berbicara tentang hadits maka ia adalah pemilik ilmu dan riwayatnya, jika ia berceramah mengenai perbandingan agama mak tidak ada seorangpun yang lebih luas dan lebih tinggi pengetahuannya tentang hal itu darinya. Ia adalah orang yang terkemuka dalam setiap cabang ilmu dan ulama yang lebih pandai dari teman-temannya. Mata orang yang melihatnya dan matanya sendiri tidak melihat seorangpun yang menyamainya”.

Daftar pustaka
1. H Munawwir Sjadzali, Islam dan tata nagara, sejarah dan pemikiran, Jakarta UI pres, cet. V, 1993
2. Ahmadhi Thaha, Ibnu Taimiyah hidup dan pemikirannya, PT Bina ilmu, Surabaya, 2007
3. Imam Munawwir, mengenal 30 pendekar dan pemikir islam, PT Bina ilmu, Surabaya, 2006
4. Syaikh Ahmad Farid, Min A’alm Assalaf, Dar Al akidah, cet I, Kairo, 2005