Selasa, 03 Mei 2011

9 Kiat Agar Bersabar

Ketika sabar diperintahkan Allah kepada kita semua, maka Diapun adakan sebab-sebab yang membantu dan memudahkan seseorang untuk sabar. Demikian juga tidaklah Allah memerintahkan sesuatu kecuali membantu dan mengadakan sebab-sebab yang memudahkan dan membantu pelaksanaannya sebagaimana Ia tidak mentaqdirkan adanya penyakit kecuali menetapkan obatnya. Sabar walaupun sulit dan tidak disukai jiwa, apalagi bila disebabkan kelakuan dan tindakan orang lain. Akan tetapi kesabaran harus ada dan diwujudkan.
Ada beberapa kiat yang dapat membantu kita dalam bersabar dengan ketiga jenisnya, diantaranya:
1. Mengetahui tabiat kehidupan dunia dan kesulitan dan kesusahan yang ada disana, sebab manusia memang diciptakan berada dalam susah payah, sebagaimana firman Allah (yang artinya): “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah“. (QS. Al Balad: 4)
2. Beriman bahwa dunia seluruhnya adalah milik Allah dan Dia memberinya kepada orang yang Dia sukai dan menahannya dari orang yang disukaiNya juga.
3. Mengetahui besarnya balasan dan pahala atas kesabaran tersebut. Diantaranya:
a. Mendapatkan pertolongan Allah, sebagaimana firmanNya (yang artinya): “Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. Al Baqarah: 249)
b. Mendapatkan shalawat, rahmat dan petunjuk Allah, sebagaimana firmanNya (yang artinya): “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:”Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. Al Baqarah: 155-157)
c. Sabar adalah kunci kesuksesan seorang hamba, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firmanNya (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung”. (QS. Al Imran: 200).
4. Yakin dan percaya akan mendapatkan pemecahan dan kemudahan sebab Allah telah menjadikan dua kemudahan dalam satu kesulitan sebagai rahmat dariNya. Inilah yang difirmankan Allah (yang artinya): “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. (QS. Al Insyirah: 5-6)
5. Memohon pertolongan kepada Allah dan berlindung kepadaNya, karena Allah satu-satunya yang dapat memberikan kemudahan dan kesabaran,
6. Beriman kepada ketetapan dan takdir Allah dengan meyakini semuanya yang terjadi sudah merupakan suratan takdir. Sehingga dapat bersabar menghadapi musibah yang ada.
7. Ikhlas dan mengharapkan keridhoan Allah dalam bersabar. Hal ini dijelaskan Allah dalam firmanNya (yang artinya): “Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Rabbnya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rejeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik)” (QS.Al Ra’d :22)
8. Mengetahui kebaikan dan manfaat yang ada dalam perintah dan keburukan yang ada dalam larangan. Ibnul Qayyim menyatakan: “Apabila seorang mengetahui kebaikan yang ada pada amalan yang diperintahkan dan akibat buruk dan kejelekan yang ada pada amalan yang dilarang sebagaimana mestinya, kemudian ditambah dengan tekad kuat dan motivasi tinggi serta harga diri maka insya Allah akan dapat bersabar dan semua kesulitan dan kesusahan menjadi mudah baginya”.
9. Menguatkan faktor pendukung agama dalam setiap kali menghadapi perintah, larangan dan musibah yang ada. Hal ini dapat dilakukan dengan empat perkara:
a. Mengagungkan Allah yang maha mendengar dan melihat. Seorang yang senantiasa ada di hartinya pengagungan terhadap Allah, tentunya dapat bersabar dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Bagaimana Dzat yang maha agung dimaksiati padahal Dia maha melihat dan mendengar?
b. Menumbuhkan rasa cinta kepada Allah, sehingga ia melaksanakan perintah dan meninggalkan kemaksiatan karen mencintai Allah. Demikian juga akan bersabar atas ujian kekasihnya. Hal ini disebabkan orang yang mencintai tentu akan menaati kekasihnya dan tidak ingin dimurkai serta dapat menahan diri atas semua ujian yang diberikan kepadanya.
c. Menampakkan dan mengingat nikmat dan kebaikan Allah, sebab orang yang mulia tidak akan membalas kebaikan orang lain dengan kejelekan. Oleh karena itu mengingat nikmat dan karunia Allah dapat mencegah seseorang dari bermaksiat karena malu denganNya dan memotivasi melaksanakan perintahNya serta merasa semua musibah yang menimpanya merupakan kebaikan yang Allah karuniakan kepadanya.
d. Mengingat kemarahan, kemurkaan dan balasan Allah, karena Allah akan marah bila hambaNya dan bila murka tidak ada seorangpun yang dapat menahan amarahNya. Sehingga dengan melihat sepuluh kiat dari kiat-kiat bersabar dalam tiga jenis kesabaran ini, mudah-mudahan dapat menjadikan diri kita termasuk orang-orang yang bersabar.

Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel UstadzKholid.Com
Memuliakan Tetangga
9 May 2009 3 Komentar Download PDF
Agama Islam agama fitrah yang memperhatikan hak-hak yang berhubungan dengan asasi seseorang atau masyarakat. Agama yang mengatur hubungan hamba dengan Rabbnya dan hubungan antar hamba dengan keserasian dan keselarasan yang sempurna. Diantara hubungan antar hamba yang diatur dan diperhatikan Islam adalah hubungan bertetangga, karena hubungan bertetangga termasuk hubungan kemasyarakatan yang penting yang dapat menghasilkan rasa saling cinta, kasih sayang dan persaudaraan antar mereka. Oleh karena itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam sangat memperhatikan hal tersebut sebagaimana dalam hadits dibawah ini.
Sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam :
مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
“Jibril senantiasa berwasiat kepadaku dengan tetangga sehingga aku menyangka tetangga tersebut akan mewarisinya.”
Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan dari dua sahabat yaitu Aisyah dan Ibnu Umar. Adapun jalan periwayatan Aisyah radhiallahu ‘anha dikeluarkan oleh:
- Al Bukhari dalam Shahihnya, kitab Al Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar No. 6014.
- Muslim dalam Shahihnya, kitab Al Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar Wal Ihsan Ilaihi, No. 6628, lihat Syarah Nawawi 16/392.
- Abu Daud dalam Sunannya, kitab Al Adab, Bab Fi Haqil Jiwaar, No. 5151
- Attirmidziy dalam Jami’nya, kitab Al Bir Wash Shilah, Bab Ma Ja’a Fi Haqil Jiwaar No. 1942
- Ibnu Majah dalam Sunannya, kitab Al Adab, Bab Haqul Jiwaar No. 3673.
Sedangkan jalan periwayatan Ibnu Umar dikeluarkan oleh:
- Al Bukhari dalam Shahihnya, kitab Al Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar No. 6015.
- Muslim dalam Shahihnya, kitab Al Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar Wal Ihsan Ilaihi, No. 6630, lihat Syarah Nawawi 16/392.
Faedah Hadits
Hadits yang agung ini menunjukkan urgensi dan kedudukan tetangga dalam Islam. Tetangga memiliki kedudukan yang penting dan hak-hak yang harus diperhatikan setiap muslim. Sehingga dengan demikian konsep Islam sebagai rahmat untuk alam semesta dapat direalisasikan dan dirasakan oleh setiap manusia.
a. Definisi, Batasan dan Hakikat Tetangga
Kata Al Jaar (tetangga) dalam bahasa Arab berarti orang yang bersebelahan denganmu. Ibnu Mandzur berkata: “الجِوَار , الْمُجَاوَرَة dan الْجَارُ bermakna orang yang bersebelahan denganmu. Bentuk pluralnya أَجْوَارٌ , جِيْرَةٌ dan جِيْرَانٌ .”.
Sedang secara istilah syar’i bermakna orang yang bersebelahan secara syar’i baik dia seorang muslim atau kafir, baik atau jahat, teman atau musuh, berbuat baik atau jelek, bermanfaat atau merugikan dan kerabat atau bukan.
Tetangga memiliki tingkatan, sebagiannya lebih tinggi dari sebagian yang lainnya, bertambah dan berkurang sesuai dengan kedekatan dan kejauhannya, kekerabatan, agama dan ketakwaannya serta yang sejenisnya. Sehingga diberikan hak tetangga tersebut sesuai dengan keadaan dan hak mereka.
Adapun batasannya masih diperselisihkan para ulama, diantara pendapat mereka adalah:
1. Batasan tetangga yang mu’tabar adalah empat puluh rumah dari semua arah. Hal ini disampaikan oleh Aisyah Radhiallahu ‘anha, Az Zuhri dan Al Auzaa’i.
2. Sepuluh rumah dari semua arah.
3. Orang yang mendengar adzan adalah tetangga. Hal ini disampaikan oleh Imam Ali bin Abi Tholib Radhiallahu ‘anhu.
4. Tetangga adalah yang menempel dan bersebelahan saja.
5. Batasannya adalah mereka yang disatukan oleh satu masjid.
Yang rajih insya Allah, batasannya kembali kepada adat yang berlaku. Apa yang menurut adat tetangga adalah tetangga. Wallahu A’lam.
Dengan demikian jelaslah tetangga rumah adalah bentuk yang paling jelas dari hakikat tetangga, akan tetapi pengertian tetangga tidak hanya terbatas pada hal itu saja bahkan lebih luas lagi. Karena dianggap tetangga juga tetangga di pertokoan, pasar, lahan pertanian, tempat belajar dan tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya ketetanggaan. Demikian juga teman perjalanan karena mereka saling bertetanggaan baik tempat atau badan dan setiap mereka memiliki kewajiban menunaikan hak tetangganya.
b. Wasiat Islam terhadap Tetangga
Islam telah berwasiat untuk memuliakan tetangga dan menjaga hak-haknya, bahkan Allah menyambung hak tetangga dengan ibadah dan tauhidNya serta berbuat bakti kepada kedua orang tua, anak yatim dan kerabat, sebagaimana firmanNya:
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُورًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. (QS. An Nisaa’:36)
Demikian pula hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam telah menjelaskan kewajiban menjaga hak tetangga dan menjaga kehormatan dan kemuliannya dan perintah menutupi aib mereka, menundukkan pandangan dari harta kehormatannya dan menjauhi hal yang menyakiti dan mengganggunya.
Diantaranya hadits Aisyah dan Ibnu Umar ini. Lihatlah baik-baik bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengatakan: “Sehingga aku menyangka tetangga tersebut akan mewarisinya.”
Hal ini menunjukkan wasiat dengan tetangga tersebut meliputi penjagaan, berbuat baik kepadanya, tidak berbuat jahat dan mengganggunya, selalu bertanya tentang keadaannya dan memberikan kemakrufan kepadanya. Ini semua adalah bentuk perhatian dan motivasi syariat dalam menjaga dan menunaikan hak-hak mereka.
Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menetapkan pelanggaran kehormatan tetangga sebagai salah satu dosa terbesar dalam sabdanya ketika ditanya:
أَيُّ الذَّنْبِ عِنْدَ اللَّهِ أَكْبَرُ قَالَ أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ أَنْ تُزَانِيَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ
“Dosa apa yang terbesar disisi Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menjawab: “Menjadikan sekutu tandingan Allah, padahal Allah yang menciptakanmu”. Saya (Ibnu Mas’ud) bertanya: “Kemudian apa?” beliau menjawab: “Kemudian membunuh anakmu karena khawatir dia makan bersamamu” lalu saya bertanya lagi: “Kemudian apa?” beliau menjawab: “Berzina dengan istri tetanggamu.” ” [1]
Tidak cukup hanya disitu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam pun memerintahkan Abu Dzar untuk memperbanyak kuah masakannya agar dapat dibagi dan dirasakan tetangga, seperti dalam hadits :
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ إِنَّ خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصَانِي إِذَا طَبَخْتَ مَرَقًا فَأَكْثِرْ مَاءَهُ ثُمَّ انْظُرْ أَهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيرَانِكَ فَأَصِبْهُمْ مِنْهَا بِمَعْرُوفٍ
“Dari Abu Dzar beliau berkata: “Kekasihku shallallahu ‘alaihi wassalam telah berwasiat kepadaku, jika kamu memasak kuah daging maka perbanyak kuahnya kemudian lihat keluarga tetanggamu dan berikanlah sebagian kepada mereka.” [2]
Demikian besarnya hak dan kedudukan tetangga dalam Islam.
c. Hak-hak Tetangga
Telah jelas bahwa tetangga memiliki hak yang besar dan kedudukan yang tinggi dalam Islam. Hak-hak mereka kalau dirinci akan sangat banyak sekali, akan tetapi semuanya dapat dikembalikan kepada empat hak yaitu:
1. Berbuat baik kepada mereka
Berbuat baik dalam segala sesuatu adalah karektaristik Islam, demikian juga pada tetangga. Imam Al Marwaziy meriwayatkan dari Al Hasan Al Bashriy pernyataan beliau: “Tidak mengganggu bukan termasuk berbuat baik kepada tetangga akan tetapi berbuat baik terhadap tetangga dengan sabar atas gangguannya.”
Sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
خَيْرُ الْأَصْحَابِ عِنْدَ اللَّهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ وَخَيْرُ الْجِيرَانِ عِنْدَ اللَّهِ خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
“Sebaik-baiknya sahabat disisi Allah adalah yang paling baik kepada sahabatnya”
Diantara ihsan kepada tetangga adalah:
- Memuliakannya
Sikap ini menjadi salah satu tanda kesempurnaan iman seorang muslim sebagaimana dinyatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam dalam hadits yang shahih yang berbunyi:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah mengganggu tetatangganya”
Dan dalam lafadz yang lain:
فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
“Maka hendaklah memuliakan tetangganya” [3]
- Ta’ziyah ketika mereka mendapat musibah, mengucapkan selamat ketika mendapat kebahagiaan, menjenguknya ketika sakit, memulai salam dan bermuka manis ketika bertemu dengannya dan membantu membimbingnya kepada hal-hal yang bermanfaat dunia akherat serta memberi mereka hadiyah.
Aisyah radhiallahu ‘anha bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam :
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي جَارَيْنِ فَإِلَى أَيِّهِمَا أُهْدِي قَالَ إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكِ بَابًا
“Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam saya memiliki dua tetangga lalu kepada siapa dari keduanya aku memberi hadiyah? Beliau menjawab: “Kepada yang pintunya paling dekat kepadamu.” ” [4]
2. Sabar menghadapi gangguan tetangga
Ini adalah hak kedua untuk tetangga yang berhubungan erat dengan yang pertama dan menjadi penyempurnanya. Hal ini dilakukan dengan memaafkan kesalahan dan perbuatan jelek mereka, khususnya kesalahan yang tidak disengaja atau sudah dia sesali kejadiannya. Hasan Al Bashriy berkata: “Tidak mengganggu bukan termasuk berbuat baik kepada tetangga akan tetapi berbuat baik terhadap tetangga dengan sabar atas gangguannya.”
Sebagian ulama berkata: “Kesempurnaan berbuat baik kepada tetangga ada pada empat hal:
a. Senang dan bahagia dengan apa yang dimilikinya
b. Tidak tamak untuk memiliki apa yang dimilikinya
c. Mencegah gangguan darinya
d. Bersabar dari gangguannya
3. Menjaga dan memelihara tetangga
Ini merupakan hak ketiga untuk tetangga. Imam Ibnu Abi Jamroh berkata: “Menjaga tetangga termasuk kesempurnaan iman. Orang jahiliyah dahulu sangat menjaga hal ini dan melaksanakan wasiat berbuat baik ini dengan memberikan beraneka ragam kebaikan sesuai kemampuan; seperti hadiyah, salam, muka manis ketika bertemu, membantu memenuhi kebutuhan mereka, menahan sebab-sebab yang mengganggu mereka dengan segala macamnya baik jasmani atau maknawi. Apalagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah meniadakan iman dari orang yang selalu mengganggu tetangganya. Ini merupakan ungkapan tegas yang mengisyaratkan besarnya hak tetangga dan mengganggunya termasuk dosa besar.”
4. Tidak mengganggu tetangga
Telah dijelaskan diatas akan kedudukan tetangga yang tinggi dan hak-haknya terjaga dalam islam. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam memperingatkan dengan keras upaya mengganggu tetangga, sebagaimana dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wassalam :
لَا وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ لَا وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ لَا وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ قَالُوا وَمَنْ ذَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ جَارٌ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
“Tidak demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah tidak beriman mereka bertanya: siapakah itu wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam beliau menjawab: “Orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya.” ” [5]
Dalam riwayat lain:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
“Tidak masuk syurga orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya.”[6]
Demikian juga dalam hadits yang lain beliau bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah mengganggu tetatangganya”.
Demikianlah besarnya hak tetangga yang terkadang kurang kita perhatikan, padahal demikian besar dan pentingnya bagi kehidupan seorang muslim dalam bermasyarakat. Oleh karena itu marilah kita perbaiki kehidupoan kita dengan takwa dan iman sehingga kita dapat mencapai kemulian dan kebahagian didunia dan akherat.
Mudah-mudahan ini berguna.
[Pembahasan ini disarikan oleh Ustadz Kholid Syamhudi, Lc. dari Risalah Ila Al jaar, penerbit Dar Ibnu Khuzaimah, Riyadh, KSA.]
Artikel UstadzKholid.com
________________________________________
[1] Diriwayatkan oleh Al Bukhari No4389, 6354 dan 6978, Muslim No. 125
[2] Diriwayatkan oleh Muslim No. 6632.
[3] Mutafaqun alaihi.
[4] Riwayat Bukhari, Kitab Assuf’ah, Bab Ayul Jiwari Aqrab, No. 2099.
[5] Riwayat Al Bukhari
[6] Riwayat Muslim dari Abu Hurairah
Bahaya Hasad Dan Kiat Menghindarinya
30 March 2010 3 Komentar Download PDF
Allah memberikan nikmatNya tidak sama pada semua hambaNya, ada yang diberi banyak dan ada yang sedikit. Semua itu untuk menguji para hambaNya dalam kehidupan dunia ini. Ujian ini bagaikan api membersihkan dan memisahkan emas dari campurannya. Sehingga dengan ujian ini dapat terlihat mana yang benar-benar beriman dan yang tidak. Oleh karena itu janga sampai kita kalah dalam ujian tersebut.
Adam Vs. Iblis
Karena perbedaan inilah, sering timbul sifat-sifat jelek hamba Allah terhadap yang lainnya. Lihat awal perseteruan Adam dan iblis, ketika Iblis melanggar perintah Allah untuk sujud kepada Adam disebabkan perasaan hasadnya terhadap Adam. Ia merasa Allah tidak adil dalam perintah tersebut, bagaimana tidak? –menurut Iblis-. Ia yang lebih baik dan pantas dari Adam mendapat kemuliaan tersebut, kok malahan diminta sujud padanya, sampai ia mengatakan (yang artinya):
”Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. (QS. Al A’raf: 12)
Perseteruan itu ada disebabkan hasad kepada Adam yang telah Allah muliakan. Akibatnya Allah kutuk Iblis dan menjadikannya musuh anak Adam sampai hari kiamat.
Demikian juga permusuhan orang kafir terhadap kaum mukminin, sehingga mereka mengerahkan segala kekuatan dan daya upaya untuk menjauhkan kaum mukmin dari keimanan, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firmanNya (yang artinya):
“Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma’afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguh-Nya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al Baqarah: 109)
Apa itu Hasad?
Hasad atau dengki adalah sifat seseorang yang tidak suka orang lain lebih darinya atau tidak suka orang lain mendapatkan kenikmatan Allah baik dengan keinginan kenikmatan tersebut hilang darinya atau tidak, bila disertai perasaan ingin menghancurkan milik orang lain maka ini merupakan hasad tingkat tinggi dan paling jelek, seperti hasadnya Iblis kepada Adam.
Sifat hasad ini dapat digambarkan dengan contoh, misalnya tetangga kita memiliki kelebihan harta benda, atau anak atau istri yang cantik jelita atau memiliki kedudukan dan nama baik dimasyarakat, lalu kita iri dan dengki kepadanya, baik berusaha jelek merusaknya ataupun tidak. Sifat hasad ini dapat membuat orang berbuat zhalim kepada tetangganya, bahkan juga menggosipi dan menjelek-jelekkannya didepan orang lain. Tentu ini akan menjadikan suasana bermasarakat yang tidak kondusif dan buruk sekali.
10 Bahaya Hasad
Hasad sangat berbahaya sekali, diantara bahayanya adalah:
1. Hasad merupakan sifat orang yahudi yang Allah laknat, sehingga siapa yang memilikinya berarti telah menyerupai mereka. Allah berfirman tentang hal ini (yang artinya) :”Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar“. (QS. Al Maidah:54)
2. Orang yang memiliki sifat hasad tidak dapat menyempurnakan imannya, sebab ia tidak akan dapat mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:”Tidak sempurna iman salah seorang kalian sampai cinta untuk saudaranya seperti cinta untuk dirinya“. (HR. Bukhari, no.13, Muslim no. 45) Bahkan lebih dari itu orang yang hasad sangat bahagia dan senang bila saudaranya celaka dan binasa.
3. Ada dalam sifat hasad ini ketidak sukaan terhadap taqdir yang Allah berikan kepadanya, sebab siapa yang memberikan nikmat kepada orang lain tersebut? Tentu saja Allah. Seakan-akan ia ingin ikut berperan aktif dalam penentuan takdir Allah dengan merasa bahwa ia lebih pantas mendapatkan nikmat tersebut dari orang lain.
4. Setiap orang lain mendapatkan kenikmatan, semakin besar dan kuat api hasad dalam dirinya, sehingga ia selalu penasaran dan duka serta hatinya terbakar api hasad tersebut.
5. Menimbulkan sekap egois yang tinggi dan tidak menyukai kebaikan pada orang lain
6. Hasad memakan dan melumat kebaikan yang dimilikinya sebagaimana api memakan dan melumat kayu bakar yang kering. Ini yang dinyatakan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam sabdanya:”Jauhkanlah (oleh kalian) dengki (hasad) karena ia akan memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar” (HR. Abu Daud no.4903, di-hasan-kan Ibnu Hajar Al Asqalani di Takhrij Al Misykah 4/450)
7. Menyusahkan diri sendiri sebab ia tidak mampu merubah sedikitpun takdir Allah. Allah telah memberikan nikmat pada orang lain dan tidak akan tercegah dan terhalangi oleh ulah orang yang hasad tersebut. Walaupun ia telah berusaha dengan mencurahkan seluruh kesungguhan dan kemampuannya tidak akan mungkin merubah takdir Allah yang sudah ditetapkan. Sehingga semua usahanya hanyalah sia-sia belaka.
8. Hasad mencegah pemiliknya dari berbuat amal kebaikan dan kemanfaatan. Hal ini karena ia selalu sibuk dengan memikirkan dan melihat milik orang lain sehingga seluruh hidupnya hanya untuk memikirkan bagaimana datangnya kenikmatan pada orang lain dan bagaimana cara menghilangkannya.
9. Hasad dapat memecah persatuan, kesatuan dan persaudaraan kaum muslimin. Memang demikian, karena itulah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Janganlah saling hasad dan berbuat najasy dan janganlah saling bermusuhan serta saling mendiamkan dan jadilah kalian bersaudara“. (HR. Muslim no.2559)
10. Hidupnya tidak pernah tenang dan tentram, apalagi bahagia. Orang yang hasad selalu dalam keadaan gundah gulana dan resah melihat orang lain lebih darinya. Padahal mesti ada orang ;ain yang memiliki kelebihan darinya.
Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melarang kita melakukan perbuatan hasad ini. Alangkah mengerikan bahaya dan kerusakan yang timbul dari dengki (hasad) ini. Oleh karena itu marilah kita berusaha menanggalkan dan menghilangkannya dari diri kita.
10 Kiat Menghindari dan Mencegah Sifat Hasad
Setelah mengetahui bahayanya, tentunya kita harus berusaha menghindari dan manjauhkan diri dari sifat yang satu ini. Untuk itu perlu melihat kiat-kiat berikut ini:
1. Belajar dan memahami aqidah islam yang benar, baik tentang keimanan ataupun syari’at serta nmengamalkannya. Kebenaran aqidah merupakan sumber segala perbaikan dan kebaikan. Hal ini dilakukan dengan terus senantiasa menggali isi kandungan Al Qur’an dan Hadits.
2. Memahami dengan benar konsep takdir menurut syari’at Islam, sehingga faham kalau segala kenikmatan dan rizqi serta yang lainnya tidak lepas dari ketentuan takdir Allah. Dengan memahami ini diharapkan tidak timbul dalam diri kita rasa iri dan dengki terhadap orang lain, karena tahu itu semua tidak lepas dari ketetapan takdir Allah.
3. Meyakini dengan benar dan kokoh bahwa semua kenikmatan tersebut berasal dari Allah dan diberikan kepada setiap orang sesuai dengan hikmah yang diinginkanNya. Sebab tidak semua kenikmatan yang Allah berikan kepada orang lain itu baik untuknya.
4. Membersihkan hati dengan berusaha mengamalkan seluruh syari’at islam.
5. Memandang dunia dengan segala perhiasannya sebagai sesuatu yang akan punah dengan cepat dan sesuatu yang tidak seberapa dibanding akherat. Demikian juga memandang tujuan akhir kehidupannya adalah akherat yang kekal abadi, sebagaimana firman Allah (yang artinya) :”Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman di bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berfikir. Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam)“. (QS. Yunus: 24-25)
6. Selalu mengingat bahaya hasad bagi kehidupan dunia dan akheratnya.
7. Selalu mencanangkan dalam hatinya kewajiban mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cinta untuk dirinya, sehingga tidak merasa panas melihat saudaranya lebih baik darinya dalam permasalahan dunia. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Tidaklah seorang dari kalian sempurna imannya sampai mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya” (HR. Bukhari, no.13, Muslim no. 45).
8. Berusaha memenuhi hak-hak saudaranya sesama muslim dan mencari teman baik yang mengingatkan dan menasehatinya.
9. Selalu mengingat kematian dan pembalasan Allah atas kezhaliman dan kerusakan yang ditimbulkan hasad tersebut.
10. Mengingat keutamaan zuhud dan lapang dada terhadap nikmat yang Allah anugrahi kepada orang lain serta kewajiban bersyukur terhadap nikmat yang dianugrahkan kepadanya. Sebab semua ini akan menimbulkan sifat qana’ah dan kaya diri. Sifat qana’ah dan kaya diri ini yang akan membawanya kepada sifat iffah dan takwa.
Mudah-mudahan dengan selalu berusaha menjauhi dan meninggalkan sifat hasad ini kita semua dimudahkan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat.

Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel UstadzKholid.Com
Hukum Mencukur Jenggot Karena Timbul Fitnah
Sejak beberapa tahun ini saya mengenal Dienul Islam -walillahil hamd-, Allah telah memberi hidayah sehingga saya dan dua orang saudara saya bersedia memelihara jenggot. Sunnah Rasulullah ini kemudian diikuti oleh sebagian anggota keluarga. Alhamdulillah kami mampu menciptakan suasana islami di dalam rumah. Saudara-saudara wanita saya mengenakan busana muslimah dan kami senantiasa menerapkan ajaran-ajaran Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai dengan kemampuan kami. Kemudian terjadilah fitnah (kekacauan) di negeri kami, masyarakat berubah membenci orang-orang berjenggot dan mempersempit ruang gerak mereka. Masyarakat mengira setiap orang yang berjenggot pasti ingin membunuhi masyarakat dan menumpahkan darah mereka. Sebagaimana kaum muslimin lainnya, kami juga sama sekali tidak membenarkan tindakan membunuh dan menumpahkan darah yang diharamkan oleh Allah. Lalu kedua orang tua saya dan segenap keluarga terus meminta saya supaya mencukur jenggot. Ibu saya mengatakan bahwa ayah saya sangat marah kepada saya. Saya sendiri takut menyelisihi salah satu sunnah Rasulullah dan takut jatuh ke dalam perbuatan maksiat!?
Alhamdulillah,
Pertama: Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan atas ketaatan Anda mengikuti Sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam dan dakwah Anda kepada segenap keluarga Anda kepada Sunnah Nabi.
Kedua: Mencukur jenggot haram hukumnya, sedang memeliharanya adalah wajib sebagaimana yang Anda ketahui. Mentaati Allah tentunya lebih diprioritaskan daripada mentaati makhluk meskipun ia adalah keluarga yang terdekat. Tidak boleh mentaati makhluk dalam hal berbuat maksiat kepada Allah. Mentaati makhluk harus dalam perkara-perkara ma'ruf saja. Apa yang Anda sebutkan tadi, berupa kekesalan dan kemarahan kedua orang tua karena Anda tetap memelihara jenggot hanyalah dorongan sentimen perasaan belaka dan rasa khawatir atas keselamatan pribadi Anda setelah melihat berbagai peristiwa yang menimpa orang lain. Akan tetapi peristiwa-peristiwa tersebut umumnya terjadi atas orang-orang yang terlibat dalam kancah fitnah itu bukan karena masalah memelihara jenggot semata. Hendaklah Anda tetap teguh di atas kebenaran dan tetap memelihara jenggot karena ketaatan kepada Allah dan mencari ridha-Nya, meskipun manusia tidak senang. Dan hendaknya Anda menjauhkan diri dari tempat-tempat fitnah dan selalu bertawakkal kepada Allah serta mengharap kepada-Nya semoga Dia memberi jalan keluar bagi Anda dari setiap kesempitan. Allah berfirman dalam Kitab-Nya:
Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS. 65:2-3)
Dalam ayat lain Allah berfirman:
Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu; dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya. (QS. 65:4-5)
Kami anjurkan agar Anda tetap berbakti kepada kedua orang tua dan memberikan alasan kepada mereka berdua dengan lembut dan dengan cara yang baik.
Fatawa Lajnah Daimah V/151.


PENYEBAB TERBURAINYA JALINAN SILATURRAHIM


Oleh
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd


Tali kekerabatan harus selalu rapat dan erat. Beragam gejala yang berpotensi merenggangkannya mesti diantisipasi dengan cepat, supaya keharmonisan hubungan tetap terjaga, kuat lagi hangat. Semua anggota kerabat akan menikmati rahmat dariNya lantaran menjunjung tinggi tali silaturahmi yang sangat ditekankan oleh syariat.

Sebaliknya, ketidakpedulian terhadap hubungan kekerabatan akan dapat menimbulkan dampak negatif. Alasannya, tali silaturahmi lambat laun akan mengalami perenggangan. Pemutusan tali silaturahmi berdampak mengikis solidaritas, mengundang laknat, menghambat curahan rahmat dan menumbuhkan suburnya egoisme.

Sering terdengar di masyarakat pelbagai kasus putusnya tali silaturrahim dengan berbagai bentuknya. Terhadap pemutusan silaturrahim ini, Islam sangat tegas ancamannya. Allah berfirman:

فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي اْلأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ . أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ

"Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dila'nati Allah dan Allah tulikan telinga mereka dan Allah butakan penglihatan mereka". [Muhammad:22-23].

Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ

"Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan silaturrahim". [HR Bukhari 5984 dan Muslim 2556].

Banyak faktor yang dapat menyulut terjadinya pemutusan tali silaturrahim. Namun ketidaktahuan seseorang tentang itu, membuatnya terjerumus dalam kesalahan.

BENTUK-BENTUK PEMUTUSKAN SILATURRAHMI
Anjuran untuk membina tali silaturahmi sangat jelas. Sebagaimana diterangkan Ibnul Atsir, silaturahmi merupakan cerminan berbuat baik kepada keluarga dekat, berlemah-lembut kepada mereka, memperhatikan keadaan mereka baik ketika mereka berada di daerah yang jauh maupun ketika mereka melontarkan kejelekan kepadanya. Memutuskan tali silaturrahim merupakan tindakan yang berlawanan dengan itu semua.

Meski demikian, fenomena pemutusan tali silaturrahmi kerap kali terdengar di tengah masyarakat, terutama akhir-akhir ini, saat materialisme mendominasi. Saling mengunjungi dan menasihati sudah dalam titik yang memprihatinkan. Hak keluarga yang satu ini sudah terabaikan, tidak mendapatkan perhatian yang semestinya. Padahal jarak sudah bukan lagi menjadi halangan di era kemajuan teknologi informasi.

Di antara contoh kongkret bentuk pemutusan silaturrahmi yang muncul di tengah masyarakat adalah :

1. Tidak adanya kunjungan kepada sanak keluarganya dalam jangka waktu yang panjang, tidak memberi hadiah, tidak berusaha merebut hati keluarganya, tidak membantu menutupi kebutuhan atau mengatasi penderitaan kerabatnya. Yang terjadi, justru menyakiti kerabatnya dengan ucapan atau perbuatan.

2. Tidak pernah menghidupkan spirit senasib dan sepenanggungan dalam kegembiraan maupun kesusahan. Malah orang lain yang dikedepankan daripada membantu keluarga dekatnya.

3. Lebih sering menghabiskan waktu dakwahnya kepada orang lain daripada sibuk dengan keluarga sendiri. Padahal, mereka lebih berhak mendapatkan kebaikan. Allah berfirman kepada NabiNya:

وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ اْلأَقْرَبِينَ

"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat". [Asy Syu’ara : 214].

4. Ada juga orang yang mau menjalin tali silaturrahmi, jika keluarganya menyambung silaturrahmi dengannya. Tapi ia akan mengurainya, jika mereka memutuskannya.

FAKTOR PENYEBAB TERPUTUSNYA SILATURRAHMI
Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa banyak hal yang dapat menyebabkan terputusnya silaturrahmi, di antaranya ialah:

1. Ketidaktahuan Bahaya Memutuskan Tali Silaturrahmi.
Ketidaktahuan seseorang terhadap akibat buruk yang akan dideritanya dalam kehidupan dunia maupun akhirat akibat memutuskan silaturrahmi, telah menyebabkannya melakukan pemutusan silaturrahmi ini. Sebagaimana juga ketidaktahuan seseorang tentang keutamaan silaturrahmi, membuat dia malas dan kurang semangat melakukannya.

2. Ketakwaan Yang Melemah.
Orang yang melemah ketakwaan serta agamanya, maka dia tidak akan perduli dengan perbuatannya yang memotong sesuatu yang mestinya disambung. Dia tidak pernah tergiur dengan pahala silaturrahmi yang dijanjikan Allah serta tidak merasa takut dengan akibat dari pemutuskan silaturrahmi ini.

3. Kesombongan.
Sebagian orang, jika sudah mendapatkan kedudukan yang tinggi atau menjadi saudagar besar, dia berubah sombong kepada keluarga dekatnya. Dia menganggap ziarah kepada keluarga merupakan kehinaan, begitu juga usaha merebut hati mereka, dianggapnya sebagai kehinaan. Karena ia memandang, hanya dirinya saja yang lebih berhak untuk diziarahi dan didatangi.

4. Perpisahan Yang Lama.
Ada juga orang yang terputus komunikasi dengan keluarga dekatnya dalam waktu yang lama, sehingga dia merasa terasingkan dari mereka. Mula-mula dia menunda-menunda ziarah, dan itu terulang terus sampai akhirnya terputuslah hubungan dengan mereka. Diapun terbiasa dengan terputus dan menikmati keadaannya yang jauh dari keluarga.

5. Celaan Berat
Ada sebagian orang, jika dikunjungi oleh sebagian anggota keluarganya setelah terpisah sekian lama, dia menghujani saudaranya itu dengan hinaan dan celaan. Karena dinilai kurang dalam menunaikan haknya dan dinilai terlambat dalam berkunjung. Akibatnya, muncul keinginan menjauh dari orang yang suka mencela ini dan merasa takut untuk menziarahinya lagi karena khawatir dicela.

6. Memberatkan
Ada orang, jika dikunjungi oleh sanak familinya, dia terlihat membebani dirinya untuk menjamunya secara berlebihan. Dikeluarkannya banyak harta dan memaksa diri untuk menghormati tamunya, padahal dia kurang mampu. Akibatnya, saudara-saudaranya merasa berat untuk berkunjung kepadanya karena khawatir menyusahkan tuan rumah.

7. Kurang Memperhatikan Peziarah.
Ada orang, jika dikunjungi oleh saudaranya, dia tidak memperlihatkan kepeduliannya. Dia tidak memperhatikan omongannya. Bahkan kadang dia memalingkan wajahnya saat diajak bicara. Dia tidak senang dengan kedatangan mereka dan tidak berterima kasih. Dia menyambut para peziarah dengan berat hati dan sambutan dingin. Ini akan mengurangi semangat untuk mengunjunginya.

8. Pelit Dan Bakhil.
Ada sebagian orang, jika diberi rizki oleh Allah berupa harta atau wibawa, dia akan lari menjauh dari keluarga dekatnya, bukan karena ia sombong. Dia lebih memilih menjauhi mereka dan memutuskan silaturrahmi daripada membukakan pintu buat kaum kerabatnya, menerima mereka jika bertamu, membantu mereka sesuai dengan kemampuan dan meminta maaf jika tidak bisa membantu. Padahal, apalah artinya harta jika tidak bisa dirasakan oleh kerabat!

9. Menunda Pembagian Harta Warisan.
Terkadang ada harta warisan yang belum dibagi di antara ahli waris; entah karena malas atau karena ada yang membangkang. Semakin lama penundaan pembagian harta warisan, maka semakin besar kemungkinan akan menyebarnya permusuhan dan saling membenci diantara mereka. Karena ada yang ingin mendapatkan haknya untuk dimanfaatkan, ada juga ahli waris yang keburu meninggal sehingga ahli warisnya sibuk mengambil haknya mayit yang belum diambilnya, sementara yang lain mulai berburuk sangka kepada yang lainnya. Akhirnya perkara ini menjadi ruwet dan menjadi kemelut yang mengakibatkan perpecahan serta membawa kepada pemutusan silaturrahmi.

10. Kerjasama Antar Keluarga Dekat.
Sebagian orang bekerjasama dengan saudaranya dalam suatu usaha atau PT tanpa ada kesepakatan yang jelas. Ditambah lagi, dengan tidak adanya tranparansi. Usaha ini terbangun hanya berdasarkan suka sama suka dan saling mempercayai.

Jika hasilnya mulai bertambah serta wilayah usahanya semakin melebar, mulai timbul benih perselisihan, perbuatan zhalim mulai mengemuka dan mulai timbul prasangka buruk kepada yang lain. Terutama jika mereka ini kurang bertaqwa dan tidak memiliki sifat itsar (yaitu sifat lebih mendahulukan orang lain daripada dirinya), atau salah seorang diantara mereka keras kepala atau salah diantara mereka ini lebih banyak modalnya dibandingkan yang lainnya.

Dari suasana yang kurang sehat ini, kemudian hubungan semakin memburuk, perpecahan tak terelakkan, bahkan mungkin bisa berbuntut ke pengadilan. Akhirnya di persidangan mereka saling mencela. Allah berfirman:

وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَآءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَّاهُمْ

"Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zhalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih; dan amat sedikitlah mereka ini". [Shaad:24]

11. Sibuk Dengan Dunia.
Orang yang rakus dunia seakan tidak memiliki waktu lagi untuk menyambung silaturrahmi dan untuk berusaha meraih kecintaan kerabatnya.

12. Thalak Diantara Kerabat.
Kadang thalak tak terelakkan antara suami istri yang memiliki hubungan kerabat. Ini menimbulkan berbagai macam kesulitan bagi keduanya, entah disebabkan oleh anak-anak atau urusan-urusan lain yang berkaitan erat dengan thalak atau sebab yang lain.

13. Jarak Yang Berjauhan Serta Malas Ziarah.
Kadang ada keluarga yang berjauhan tempat tinggalnya dan jarang saling berkunjung, sehingga merasa jauh dengan keluarga dan kerabatnya. Jika ingin berkunjung ke kerabat, tempat ia yang tuju itu terasa sangat jauh. Akhirnya jarang ziarah.

14. Rumah Yang Berdekatan.
Rumah yang berdekatan juga bisa mengakibatkan keretakan dan terputusnya silaturrahmi. Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab z , beliau mengatakan: “Perintahkanlah kepada para kerabat agar saling mengunjungi bukan untuk saling bertetangga”.

Al Ghazali mengomentari perkataan Umar ini: “Beliau mengucapkan perkataan ini, karena bertetangga bisa mengakibatkan persaingan hak. Bahkan mungkin bisa mengakibatkan rasa tidak suka dan pemutusan silaturrahmi”.

Aktsam bin Shaifi mengatakan: “Tinggallah di tempat yang berjauhan, niscaya kalian akan semakin saling mencintai”.

Kadang juga, kedekatan ini menimbulkan masalah. Misalnya, problem yang terjadi antara anak dengan anak bisa merembet melibatkan orang tua. Masing-masing membela anaknya, sehingga menimbulkan permusuhan dan menyebabkan pemutusan silaturrahim.

15. Kurang Sabar.
Ada sebagian orang yang tidak sabar dalam menghadapi masalah kecil dari kerabatnya. Terkadang hanya disebabkan oleh kesalahan kecil, dia segera mengambil sikap untuk memutuskan silaturrahmi.

16. Lupa Kerabat Pada Saat Mempunyai Acara.
Saat salah seorang kerabat memiliki acara walimah atau lainnya, dia mengundang kerabatnya, baik dengan lisan, lewat surat undangan atau lewat telepon. Saat memberikan undangan ini, kadang ada salah seorang kerabat yang terlupakan. Sementara yang terlupakan ini orang yang berjiwa lemah atau sering berburuk sangka. Kemudian orang yang berjiwa lemah ini menafsirkan kealpaan kerabatnya ini sebagai sebuah kesengajaan dan penghinaan kepadanya. Buruk sangka ini menggiringnya untuk memutuskan silaturrahmi.

17. Hasad Atau Dengki.
Kadang ada orang yang Allah anugerahkan padanya ilmu, wibawa, harta atau kecintaan dari orang lain. Dengan anugerah yang disandangnya, ia membantu kerabatnya serta melapangkan dadanya buat mereka. Karena perbuatan yang baik ini, kemudian ada di antara kerabatnya yang hasad kepadanya. Dia menanamkan bibit permusuhan, membuat kerabatnya yang lain meragukan keikhlasan orang yang berbuat kebaikan tadi, dan kemudian menebarkan benih permusuhan kepada kerabat yang berbuat baik ini.

18. Banyak Gurau.
Sering bergurau memiliki beberapa efek negatif. Kadangkala ada kata yang terucap dari seseorang tanpa mempedulikan perasaan orang lain yang mendengarnya. Perkataan menyakitkan ini kemudian menimbulkan kebencian kepada orang yang mengucapkannya. Fakta seperti ini sering terjadi di antara kerabat karena mereka sering berkumpul.

Ibnu Abdil Baar mengatakan: “Ada sekelompok ulama yang membenci senda gurau secara berlebihan. Karena akibatnya yang tercela, menyinggung harga diri, bisa mendatangkan permusuhan serta merusak tali persaudaraan”.

19. Fitnah.
Terkadang ada orang yang memiliki hobi merusak hubungan antar kerabat –iyadzan billah. Orang seperti ini sering menyusup ke tengah orang-orang yang saling mencintai. Dia ingin memisahkan dan mencerai-beraikan persatuan, serta mengacaukan perasaan hati yang telah menyatu.

Betapa banyak tali silaturrahmi terputus, persatuan menjadi berantakan disebabkan oleh fitnah.

Dan merupakan kesalahan terbesar dalam masalah ini, yaitu percaya dengan fitnah. Alangkah indah perkataan seorang penyair yang mengingatkan kita:
Siapa yang bersedia mendengarkan perkataan para tukang fitnah,
maka mereka tidak menyisakan buat pendengarnya
Seorang teman pun, meskipun kerabat tercinta.

20. Perangai Buruk Sebagian Istri.
Terkadang seseorang diuji dengan istri yang berperangai buruk. Sang istri tidak ingin perhatian suaminya terbagi kepada yang lain. Dia terus berusaha menghalangi suami agar tidak berziarah ke kerabat. Di hadapan suami, istri ini memuji kedatangan kerabat mereka ke tempat tinggal suami dan menghalangi suami untuk bertamu ke kerabatnya. Sementara itu, ketika menerima kunjungan dari kerabat, dia tidak memperlihatkan wajah gembira. Ini termasuk hal yang bisa menyebabkan terputusnya silaturrahmi.

Ada juga suami yang menyerahkan kendali kepada istrinya. Jika istri ridha kepada kerabat, dia menyambung silaturrahmi dengan mereka. Jika istri tidak ridha, maka dia akan memutuskannya. Bahkan sampai-sampai sang suami tunduk kepada istrinya dalam berbuat durhaka kepada kedua orang tuanya, padahal keduanya sangat membutuhkannya.

Demikian beberapa sebab yang bisa memutuskan tali silaturrahmi. Sebagai orang yang beriman, kita harus menjauhi hal-hal yang dapat menyebabkan terputusnya tali silaturrahmi ini. oleh karena itu, hendaklah kita menjaga silaturrahmi, memupuknya, serta mencari sarana-sarana yang bisa mengokohkannya, agar tidak terkikis oleh derasnya arus budaya yang merusaknya. Wallahu a’lam.

Diangkat dari Qathi’ati Ar Rahmi Al Mazhahiru Al Asbabu Subulu Al Ilaji, karya Muhammad bin Ibrahim A Hamd, Penerbit, Kementrian Urusan Agama, Wakaf dan Dakwah KSA, Cet. II, Th. 1423 H.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01//Tahun IX/1426H/2005M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

BENTUK TUBUH RASULULLAH SAW

“Rasulullah saw. bukanlah orang yang berperawakan terlalu tinggi, namun tidak pula pendek. Kulitnya tidak putih bule juga tidak sawo matang. Rambutnya ikal, tidak terlalu keriting dan tidak pula lurus kaku. Beliau diangkat Allah (menjkadi rasul) dalam usia empat puluh tahun.
Beliau tingal di Mekkah (sebagai Rasul) sepuluh tahun dan di madinah sepuluh tahun. Beliau pulang ke Rahmatullah dalam usia enam puluh tahun. Pada kepala dan janggutnya tidak terdapat sampai dua puluh lembar rambut yang telah berwarna putih.” (diriwayatkan oleh Abu Raja’ Qutaibah bin Sa’id, dari Malik bin Anas, dari Rabi’ah bin Abi `Abdurrahman yang bersumber dari Anas bin Malik r.a)
• Anas bin Malik r.a adalah Abu Nadhr Anas bin Malik al Anshari al Bukhari al Khazraji. Ia tinggal bersama Rasulullah saw dan membantu Beliau selama sepuluh tahun.Dan ia adalah sahabat yang paling akhir meninggal dunia di Bashrah, yaitu pada tahun 71 H.
• Perawi menghilangkan bilangan satuannya dari puluhan (digenapkan) . Karena kebanyakan riwayat menyatakan bahwa Rasulullah saw tinggal di Mekkah sebagai Rasul 13 tahun, dan wafat pada usia 63 tahun.
“Aku tak pernah orang yang berambut panjang terurus rapi, dengan mengenakan pakaian merah, yang lebih tampan dari Rasulullah saw. Rambutnya mencapai kedua bahunya.Kedua bahunya bidang. beliau bukanlah seorang yang berperawakan pendek dan tidak pula terlampau tinggi.” (diriwayatkan oleh Mahmud bin Ghailan, dari Waki’,dari Sufyan, Dari Abi Ishaq, yang bersumber dari al Bara bin `Azib r.a)
“Rasulullah saw tidak berperawakan terlalu tinggi dan tidak pula terlalu pendek.Beliau berperawakan sedang diantara kaumnya. Rambut tidak keriting bergulung dan tidak pula lurus kaku, melainkan ikal bergelombang. Badannya tidak gemuk, dagunya tidak lancip dan wajahnya agak bundar. Kulitnya putih kemerahmerahan. Matanya hitam pekat dan bulu matanya lentik. Bahunya bidang. beliau memiliki bulu lebat yang memanjang dari dada sampai ke pusat. Tapak tangan dan kakinya terasa tebal. Bila Beliau berjalan, berjalan dengan tegap seakan akan Beliau turun ke tempat yang rendah.
Bila Beliau berpaling maka seluruh badannya ikut berpaling. Diantara kedua bahunya terdapat Khatamun Nubuwah, yaitu tanda kenabian. Beliau memiliki hati yang paling pemurah diantara manusia. Ucapannya merupakan perkataan yang paling benar diantar semua orang.
Perangainya amat lembut dan beliau paling ramah dalam pergaulan.Barang siapa melihatnya, pastilah akan menaruh hormat padanya. Dan barang siapa pernah berkumpul dengannya kemudian kenal dengannya tentulah ia akan mencintainya. Orang yang menceritakan sifatnya, pastilah akan berkata: “Belum pernah aku melihat sebelum dan sesudahnya orang yang seistimewa Beliau saw.” (Diriwayatkan oleh Ahmad bin `Ubadah ad Dlabi al Bashri, juga diriwayatkan oleh `Ali bin Hujr dan Abu Ja’far bin Muhammad bin al Husein, dari `Isa bin Yunus, dari `Umar bin `Abdullah, dari Ibrahim bin Muhammad, dari salah seorang putera `Ali bin Abi Thalib k.w. yang bersumber dari `Ali bin Abi Thalib k.w.)
“Telah diperlihatkan kepadaku para Nabi. Adapun Nabi Musa a.s. bagaikan seorang laki laki dari suku Syanu’ah*. Kulihat pula Nabi `Isa bin Maryan a.s.ternyata orang yang pernah kulihat mirip kepadanya adalah `Urwah bin Mas’ud*,Kulihat pula Nabi Ibranim a.s. ternyata orang yang mirip kepadanya adalah kawan kalian ini (yaitu Nabi saw sendiri). Kulihat jibril ternyata orang yang pernah kulihat mirip kepadanya adalah Dihyah*.” (Diriwayatkan oleh Qutaibah bin Sa’ad dari Laits bin Sa’id, dari Abi Zubair yang bersumber dari Jabir bin `Abdullah r.a.)
• Suku Syanu’ah terdapat di Yaman perawakan mereka sedang.
• Urwah bin Mas’ud as Tsaqafi adalah sahabat Rasulullah saw ia memeluk islam pada tahun 9 H.
• Dihyah adalah seorang sahabat Rasulullah saw yang mengikuti jihad fi sabilillah setelah perang Badar. Ia pun merupakan salah seorang pengikut Bai’atur Ridlwan yang bersejarah.
“Rasulullah mempunyai gigi seri yang renggang. Bila Beliau berbicara terlihat seperti ada cahaya yang memancar keluar antara kedua gigi serinya itu.” (Diriwayatkan oleh `Abdullah bin `Abdurrahman, dari Ibrahim bin Mundzir al Hizami, dari `Abdul `Aziz bin Tsabit az Zuhri, dari Ismail bin Ibrahim, dari Musa bin `Uqbah, dari Kuraib yang bersumber dari Ibnu `Abbas r.a.)
• BENTUK KHATAMUN NUBUWAH.
“Aku pernah melihat khatam (kenabian)…. Ia terletak antara kedua bahu Rasulullah saw. Bentuknya seperti sepotong daging berwarna merah sebesar telur burung dara.” (Diriwayatkan oleh Sa’id bin Ya’qub at Thalaqani dari Ayub bin Jabir, dari Simak bin Harb yang bersumber dari Jabir bin Samurah r.a.)
“Apabila `Ali k.w. menceritakan sifat Rasulullah saw. maka ia akan bercerita panjang lebar. Dan ia akan berkata: `Diantara kedua bahunya terdapat Khatam kenabian, yaitu khatam para Nabi. (Diriwayatkan oleh Ahmad bin `Ubadah ad Dlabi `Ali bin Hujr dan lainnya, yang mereka terima dari Isa bin Yunus dari `Umar bin `Abdullah, dari `Ibrahim bin Muhammad yang bersumber dari salah seorang putera `Ali bin Abi Thalib k.w.)
Dalam suatu riwayat, Alba’bin Ahmar al Yasykuri mengadakan dialog dengan Abu Zaid `Amr bin Akhthab al Anshari r.a. sbb: “Abu Zaid berkata: `Rasulullah saw bersabda kepadaku : `Wahai Abu Zaid mendekatlah kepadaku dan usaplah punggungku’. Maka punggungnya kuusap, dan terasa jari jemariku menyentuh Khatam. Aku (alba’ bin Ahmar al Yasykuri) bertanya kepada Abu Zaid: `Apakah Khatam itu?’ Abu Zaid menjawab: `kumpulan bulu-bulu*’. (Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari Abu `Ashim dari `Uzrah bin Tsabit yang
bersumber dari Alba’bin Ahmar al Yasykuri)
• Ia mengatakan kumpulan bulu-bulu dikarenakan ia hanya dapat merasakan dengan rabaan tangannya saja, tidak melihat dengan mata kepala. Jadi yang dikatakan itu hanya berdasar rabaan belaka, yang teraba olehnya adalah bulu yang tumbuh di sekitar Khatam
Rambut Rasulullah SAW
________________________________________

“Rambut Rasulullah saw mencapai pertengahan kedua telinganya.”
(Diriwayatkan oleh `Ali bin Hujr, dari Ismail bin Ibrahim, dari Humaid yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
“Rasulullah saw. adalah seorang yang berbadan sedang, kedua bahunya bidang,sedangkan rambutnya menyentuh kedua daun telinganya.”(Diriwayatkan oleh Ahmad bin Mani’, dari Abu Qathan, dari Syu’bah dari Abi Ishaq yang bersumber dari al Bara’ bin `Azib r.a.)
“Rambut Rasulullah saw. tidak terlampau keriting, tidak pula lurus kaku, rambutnya mencapai kedua daun telingannya. ” (Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari Wahab bin Jarir bin Hazim, dari Hazim
yang bersumber dari Qatadah)
“Sesungguhnya Rasulullah saw., dulunya menyisir rambutnya ke belakang,sedangkan orang-orang musyrik menyisir rambut mereka ke kiri dan ke kanan,dan Ahlul Kitab menyisir rambutnya ke belakang. Selama tidak ada perintah lain,Rasulullah saw. Senang menyesuaikan diri dengan Ahlul Kitab.Kemudian,Rasulullah saw. menyisir rambutnya ke kiri dan ke kanan.”(Diriwayatkan oleh Suwaid bin Nashr dari `Abdullah bin al Mubarak, dari Yunus bin Yazid,dari az Zuhri, dari `Ubaidilah bin `Abdullah bin `Utbah, yang bersumber dari Ibnu `Abbas r.a.)
• CARA BERSISIR RASULULLAH SAW
“Rasulullah saw. sering meminyaki rambutnya, menyisir janggutnya dan sering waktu menyisir rambutnya beliau menutupi (bahunya) dengan kain kerudung. Kain kerudung itu demikian berminyak seakan-akan kain tukang minyak.” (Diriwayatkan oleh Yusuf bin’Isa, dari Rabi’ bin Shabih, dari Yazid bin aban ar Raqasyi*,yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
• Aban ar Raqasyi dikenal sebagai orang yang dinilai munkar periwayatannya. Hadist ini sangat berlawanan dengan kebanyakan hadist shahih, yang menerangkan tentang kebersihan dan penampilan terpuji dari Rasulullah saw. (Muhammad Afif az Za’bi).
“Rasulullah saw. melarang bersisir kecuali sekali-kali. ” (Diriwayatkan oleh Muhammad Basyar, dari Yahya bin Sa’id,dari Hisyam bin Hasan, dari al Hasan Bashri, yang bersumber dari `Abdullah bin Mughaffal r.a.*)
• Yang dilarang ialah bersisir layaknya wanita pesolek.
• ‘Abdullah bin Mughaffal r.a. dalah sahabat Rasulullah saw. Yang masyhur, ia adalah salah seorang peserta “Bai’tus Syajarah”, wafat pada tahun 60 H ada pula yang mengatakan tahun 57 H.
• UBAN RASULULLAH SAW
Qatadah bertanya kepada Anas bin Malik r.a.: “Pernahkah Rasulullah saw.menyemir rambutnya yang telah beruban?” Anas bin Malik menjawab:”Tidak sampai demikian. Hanya beberapa lembar uban saja di pelipisnya. Namun Abu Bakar r.a. pernah mewarnai (rambutnya yang memutih) dengan daun pacar dan katam.” (Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari Abu Daud, dari Hamman yang bersumber dari Qatadah)
• Katam adalah sejenis tumbuh-tumbuhan yang biasa digunakan untuk memerahi rambut sedangkan warnanya merah tua. Dalam suatu riwayat Ibnu `Abbas r.a. mengemukakan: Abu Bakar r.a. berkata:
“Wahai Rasulullah, sungguh Anda telah beruban!” Rasulullah saw. bersabda: “Surah Hud, Surah al Waqi’ah, Surah al Mursalat, Surah Amma Yatasa’alun dan Surah Idzasy-Syamsu kuwwirat, menyebabkan aku beruban.” (Diriwayatkan oleh Abu Kuraib Muhammad bin al A’la, dari Mu’awiyah bin Hisyam, dari Syaiban, dari Ishaq, dari Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu `Abbas r.a.) “Wahai Rasulullah, kami melihat Anda sesungguhnya telah beruban!” Rasulullah saw. bersabda: “Surah Hud dan beberapa surah sebangsanya telah menyebabkan aku beruban.”
(Diriwayatkan oleh Sufyan bin Waki’, dari Muhammad bin Basyar, dari ‘Ali bin Shalih, dari Abi Ishaq yang bersumber dari Abi Juhaifah r.a.*)
• Abu Juhaifah adalah Wahab as Sawa’ bin `Amir bin Sha’sha’ah al Kufi. Ia adalah seorang
sahabat yang masyhur. Menurut al Dzahabi, ia adalah rawi yang tsiqat (kuat hapalan dan
terpercaya). Ia wafat pada tahun 74 H.
• SEMIR RAMBUT RASULULLAH SAW
Al Jahdzamah r.a., isteri Busyair bin al Khaskhashiyyah pernah bercerita: “Aku melihat Rasulullah saw. keluar dari rumahnya mengibaskan rambut sehabis mandi. Dan di kepalanya terdapat bekas daun inai”, atau “bekas celupan”(rawi ragu). (Diriwayatkan oleh Ibrahim bin Harun, dari Nadlr bin Zararah*, dari Abi Jinab*, dari Iyad bin Laqith, yang bersumber dari Jahdzamah r.a.)
• Nadlr bin Zararah dalah rawi yang dla’if dan termasuk Matruk.
• Ali Jinab dikenal sebagai rawi yang masyhur tapi ia dianggap dla’if karena sering menyamarkan rawi. “Aku melihat rambut Rasulullah saw. dipacari merah.” (Diriwayatkan oleh `Abdullah bin `Abdurrahman, dari `Amr bin `Ashim, dari Hammad bin Salamah, dari Humaid, yang bersumber dari Anas r.a.)
• CELAK MATA RASULULLAH SAW
Dalam sebuah riwayat yang bersumber dari Ibnu `Abbas r.a. dikemukakan: Sesungguhnya Nabi saw. bersabda: “Bercelaklah kalian dengan Itsmid*, karena ia dapat mencerahkan pengliahatan dan menumbuhkan bulu mata. Sungguh Nabi saw. Mempunyai tempat celak mata yang digunakannya untuk bercelak pada setiap malam. Tiga olesan di sini dan tiga olesan di sini.”(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Humaid ar Razi, dari Abu Daud at Thayalisi, dari Abbad bin Manshur, dari Ikrimah yang bersumber dari Ibnu `Abbas r.a.)
• Itsmid adalah batu celak biasanya berupa serbuk. Warnanya hitam atau biru. Serbuk itsmid dioleskan pada bulu mata atau disapukan di sekeliling mata.
• Yang dimaksud di sini adalah tiga olesan di mata sebelah kanan dan tiga olesan di mata sebelah kiri.
Pakaian Rasulullah SAW


“Pakaian yang paling disenangi Rasulullah saw. adalah Gamis.”
(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Humaid ar Razi, dari al Fadhal bin Musa, diriwayatkan pula oleh Abu Tamilah dan Zaid bin Habab, ketiganya menerima dari `Abdul Mu’min bin Khalid, dari `Abdullah bin Buraidah, yang bersumber dari Ummu Salamah* r.a.)
• Ummu Salamah r.a. adalah Ummul Mu’minin Hindun binti Mughirah al Makhzumiyah. “Sesungguhnya Nabi saw. keluar (dari rumahnya) dengan bertelekan kepada Usamah bin Zaid. Beliau memakai pakaian Qithri yang diselempangkan di atas bahunya, kemudian beliau shalat bersama mereka.” (Diriwayatkan oleh `Abd bin Humaid , dari Muhammad bin al Fardhal, dari Hammad bin Salamah, dari Habib bin as Syahid, dari al Hasan, yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
• Qithri adalah sejenis kain yang terbuat dari katun yang kasar. Kain ini berasal dari Bahrain tepatnya dari Qathar Dalam sebuah riwayat Anas bin Malik r.a. mengemukakan: “Pakaian yang paling disenangi Rasulullah saw. ialah kain Hibarah*.” (Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari Mu’adz bin Hisyam dari ayahnya, dari Qatadah, yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
• Kain Hibarah ialah kain keluaran Yaman yang terbuat dari katun.
“Rasulullah saw. bersabda: “Hendaklah kalian berpakaian putih, untuk dipakai sewaktu hidup. Dan jadikanlah ia kain kafan kalian sewaktu kalian mati. Sebab kain putih itu sebaik- baik pakaian bagi kalian.”
(Diriwayatkan oleh Qutaibah bin Sa’id, dari Basyar bin al Mufadhal, dari `Utsman Ibnu Khaitsam, dari Sa’id bin Jubeir, yang bersumber dari Ibnu `Abbas r.a.)
“Rasulullah saw. bersabda : “Pakailah pakaian putih, karena ia lebih suci dan lebih bagus. Juga kafankanlah ia pada orang yang meninggal diantara kalian.” (Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari `Abdurrahman bin Mahdi, dari Sufyan, dari Habib bin Abi Tsabit, dari Maimun bin Abi Syabib yang bersumber dari Samur
• SERBAN RASULULLAH SAW
“Nabi saw. memasuki kota Mekkah pada waktu pembebasan kota mekkah,beliau memakai serban hitam.”(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari `Abdurrahman bin Mahdi, dari Hammad bin Salamah. Hadist inipun diriwayatkan pula oleh Mahmud bin Ghailan, dari Waki’, dari Hammad bin Salamah, dari Abi Zubair, yang bersumber dari Jabir r.a.)
“Sesungguhnya Nabi saw. berpidato da hadapan umat, beliau memakai serban hitam.”(Diriwayatkan oleh Mahmud bin Ghailan, dan diriwayatkan pula oleh Yusuf bin `Isa,keduanya menerima dari Waki’, dari Musawir al Waraq, dari Ja’far bin `Amr bin Huraits,yang bersumber dari bapaknya.)
ah bin Jundub r.a.)
• KHUF RASULULLAH SAW
“Sesungguhnya raja *an-Najasyi menghadiahkan sepasang khuf hitam pekat kepada Nabi saw. lalu Nabi saw. memakainya dan kemudian ia berwudlu dengan (hanya) menyapu keduanya (yakni tidak membasuh kaki).”(Diriwayatkan oleh Hinad bin Siri, dari Waki’, dari Dalham bin Shalih, dari Hujair bin `Abdullah, dari putera Buraidah, yang bersumber dari Buraidah r.a.)
• Khuf ialah sejenis kaos kaki tapi terbuat dari kulit binatang. Khuf dibuat amat tipis dan tingginya menutupi mata kaki. Khuf biasanya hanya digunakan pada musim dingin untuk mencegah agar kulit kaki tidak pecah-pecah. Biasanya, orang memakai khuf ketika musafir di
musim dingin dan masih memakai sepatu luar lagi. Sepatu ini namanya “jurmuq”. Para Ulama Indonesia sering menggunakan istilah Mujah untuk terjemahan khuf. Tapi kadangkadang diterjemahkan juga dengan “sepatu khuf”.
• An najasyi menurut literature barat umumnya disebut Negust. Negust adalah gelar raja-raja di Abesina (Habsyi), sekarang dikenal “Ethiopia”.
• SANDAL RASULULLAH SAW
“Bagaimanakah sandal Rasulullah saw. itu?” Anas menjawab : “Kedua belahnya mempunyai tali qibal*.”(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari Abu Daud at Thayalisi, dari Hamman yang bersumber dari Qatadah)
• Tali qibal adalah tali sandal yang bersatu pada bagian mukanya dan terjepit di antara dua jari kaki.
“Janganlah diantara kalian berjalan dengan sandal sebelah. Hendaklah memakai keduanya.”(Diriwayatkan oleh Ishaq bin Musa al Anshari, dari Ma’an, dari Malik, dari Abiz Zinad, dari al A’raj yang bersumber dari Abu Hurairah r.a.)
“Sesungguhnya Nabi saw. melarang seorang laki-laki makan dengan tangan kiri dan berjalan dengan sandal sebelah.”(Diriwayatkan oleh Ishaq bin Musa, dari Ma’an, dari Malik, dari Abi Zubair, yang bersumber
dari Jabir r.a.)
“Sesungguhnya Nabi saw. bersabda : “Bila salah seorang diantara kalian hendak memakai sandal hendaklah ia memulainya dari yang sebelah kanan. Dan bila ia melepasnya, maka hendaklah dimulai dari yang sebelah kiri. Hendaklah posisi kanan dijadikan yang pertama kali dipasangi sandaldan yang terakhir kali dilepas.”(Diriwayatkan oleh Qutaibah, dari Malik, dan diriwayatkan pula oleh Ishaq bin Musa ,dari
Ma’an, dari Malik, dari Abu Zinad, dari A’raj yang bersumber dari Abu Hurairah r.a.)
• CINCIN RASULULLAH SAW
“ Cincin Rasulullah saw. terbuat dari perak sedangkan permatanya dari Abessina (Habsyi)”.(Diriwayatkan oleh Qutaibah bin Sa’id dan sebagainya, dari `Abdullah bin Wahab, dari Yunus, dari Ibnu Syihab, yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
“Tatkala Rasulullah saw. hendak menulis surat kepada penguasa bangsa `Ajam (asing), kepadanya diberitahukan: “Sungguh bangsa `Ajam tidak akan menerimanya, kecuali surat yang memakai cap. Maka Nabi saw. dibuatkan sebuah cincin (untuk cap surat). Terbayanglah dalam benakku putihnya cincin itu di tangan Rasulullah saw.”
(Diriwayatkan oleh Ishaq bin Manshur, dari Mu’adz bin Hisyam, dari ayahnya, dari Qatadah,yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
• karena sebagaimana dikatakan bahwa cincin Nabi saw. dipakai sebagai pengecap surat,maka Nabi saw. tidak memakainya karena fungsinya pun lain. Atau mungkin saja pengertiannya bukan tidak dipakai, tapi jarang.
“Ukiran yang tertera di cincin Rasulullah saw adalah “Muhammad” satu baris ,”Rasul” satu baris, dan “Allah” satu baris”.
(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Yahya, dari Muhammad bin `abdullah al Anshari, dari ayahnya, dari Tsumamah, yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
“Sesungguhnya apabila Nabi saw. masuk ke jamban, maka ia melepaskan cincinnya.”(Diriwayatkan oleh Ishaq bin Manshur, dari Sa’id bin `Amir, dan diriwayatkan pula oleh Hajjaj bin Minhal, dari Hamman, dari Ibnu Juraij, dari Zuhri yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
• CARA RASULULLAH SAW. BERCINCIN
“Sesungguhnya Nabi saw. memakai cincin di jari tangan kanannya.”(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Sahl bin `Asakir al Baghdadi, dan diriwayatkan pula oleh `Abdullah bin Abdurrahman, keduanya menerima dari Yahya bin Hisan, dari Sulaiman bin Bilal, dari Syarik bin `Abdullah bin Abi Namir, dari Ibrahim bin `Abdullah bin Hunain, dari bapaknya, yang bersumber dari `Ali bin Abi Thalib k.w.)
Pedang Rasulullah SAW



“Salut hulu pedang Rasulullah saw. terbuat dari perak.”(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari Wahab bin Jarir, dari ayahnya dari Qatadah, yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
“Samurah mengaku bahwa ia membuat pedangnya meniru pedang Rasulullah saw. Sedangkan pedang Rasulullah saw. itu berbentuk Hanafiyya*.”(Diriwayatkan oleh Muhammad bin syuja’ al Baghdad, dari Abu `Ubaidah al Haddad, dari`Utsman bin Sa’id, yang bersumber dari Ibnu Sirin r.a.)
• Pedang Hanafiyya adalah pedang yang di buat oleh suku Bani Hanifah. Pedang buatan Bani Hanafiah terkenal bagus dan halus pembuatannya.
(pedang-pedang yang pernah dipakai Rasulullah SAW)
• BAJU BESI RASULULLAH SAW

“Sesungguhnya Rasulullah saw. pada waktu ghazwah Uhud memakai dua baju besi. Sungguh beliau memakai keduanya secara rangkap.”(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi `Umar, dari Shufyan bin `Uyainah, dari Yazid bin Khushaifah,yang bersumber dari Saib bin Yazid)
• TOPI BESI RASULULLAH SAW
“Sewaktu Rasulullah saw. memasuki kota Mekkah (dihari Pembebasan), beliau memakai topi besi. Kemudian ditunjukkan orang kepadanya : `ini Ibnu Khathal*bersembunyi di dinding Ka’bah (disebabkan takut). Nabi saw. bersabda :
“Bunuhlah dia!” (Diriwayatkan oleh Qutaibah bin Sa’id, dari Malik bin Anas, dari Ibnu Syihab, yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
Sebenarnya terjemahan topi besi tersebut kurang tepat sebab yang dimaksud topi besi di sini adalah rantai besi yang dijalin rapi, dibuat dengan ukuran kepala kemudian dapasang di dalam kopiah.
• Ibnu Khatal ialah seorang dari empat penjahat yang amat memusuhi Islam dan tidak mendapatkan pengampunan umum dari Rasulullah saw. Tiga lainnya ialah Huwairits bin Nuqaid, `Abdullah bin Abi Sarh dan Muqais bin Shababah. Namun, sebelum eksekusi,`Abdullah bin Abi Sarh masuk Islam. Dengan demikian `Abdullah bin Abi Sarh selamat dari
hukuman.
• SARUNG RASULULLAH SAW
“‘Aisyah r.a. memperlihatkan kepada kami pakaian yang telah kumal serta sarung yang kasar, seraya berkata :”Rasulullah saw. dicabut ruhnya sewaktu memakai kedua pakaian ini”.
(Diriwayatkan oleh Ahmad bin Mani’, dari Ismail, dari Ayub, dari Humaid bin Hilal, dari Abi Burdah yang bersumber dari bapaknya).
“‘Utsman bin Affan r.a. memakai sarung yang tingginya mencapai setengah betisnya. `Utsman berkata : “Demikianlah cara bersarung sahabatku (yakni Nabi saw.)”.(Diriwayatkan oleh Suwaid bin Nashr, dari `Abdullah bin al Mubarak, dari *Musa bin `Ubaidah, dari Ayas bin Salamah bin al Akwa’ yang bersumber dari bapaknya).
• Musa bin `Ubaidah, menurut Imam Ahmad periwayatannya tidak syah.
“Rasulullah saw. memegang ototbetis kakiku dan betis kakinya, lalu bersabda:
“inilah tempat batas sarung. Jika kau tidak suka di sini, maka boleh juga
diturunkan lagi. Jika kau tidak suka juga, maka tidak ada hak lagi bagi sarung menutup kedua mata kaki”.(Diriwayatkan oleh Qutaibah bin Sa’id, dari Abul Ahwash, dari Abi Ishaq, dari Muslim bin Nadzir, yang bersumber dari *Hudzaifah Ibnul Yaman r.a.)
• Hudzaifah Ibnul Yaman r.a., ia adalah sahabat Rasulullah saw. Ia masuk Islam sebelum ghazwah Badar. Ia wafat tahun 36 H.
Pedang yang pernah dipakai Rasulullah SAW

Ini adalah pedang-pedang yang pernah dipakai oleh Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya untuk berdakwah. jumlah total pedang yang pernah digunakan ada 9 buah.
1.Al Mat’thur

Juga dikenal sebagai ‘Ma’thur Al-Fijar’ adalah pedang yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW sebelum dia menerima wahyu yang pertama di Mekah. Pedang ini diberi oleh ayahnya, dan dibawa waktu hijrah dari Mekah ke Medinah sampai akhirnya diberikan bersama-sama dengan peralatan perang lain kepada Ali bin Abi Thalib.Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 99 cm. Pegangannya terbuat dari emas dengan bentuk berupa 2 ular dengan berlapiskan emeralds dan pirus. Dekat dengan pegangan itu terdapat Kufic ukiran tulisan Arab berbunyi: ‘Abdallah bin Abd al-Mutalib’.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa ‘uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
2.Al Adb

Al-’Adb, nama pedang ini, berarti “memotong” atau “tajam.” Pedang ini dikirim ke para sahabat Nabi Muhammad SAW sesaat sebelum Perang Badar. Dia menggunakan pedang ini di Perang Uhud dan pengikut-pengikutnnya menggunakan pedang ini untuk menunjukkan kesetiaan kepada Nabi Muhammad SAW.
Sekarang pedang ini berada di masjid Husain di Kairo Mesir.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa ‘uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
3.Dhu Al Faqar

Dhu Al Faqar adalah sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan pada waktu perang Badr. Dan dilaporkan bahwa Nabi Muhammad SAW memberikan pedang ini kepada Ali bin Abi Thalib, yang kemudian Ali mengembalikannya ketika Perang Uhud dengan bersimbah darah dari tangan dan bahunya, dengan membawa Dhu Al Faqar di tangannya. Banyak sumber mengatakan bahwa pedang ini milik Ali Bin Abi Thalib dan keluarga. Berbentuk blade dengan dua mata.Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa ‘uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
4.Al Battar

Al Battar adalah sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan dari Banu Qaynaqa. Pedang ini disebut sebagai ‘Pedangnya para nabi‘, dan di dalam pedang ini terdapat ukiran tulisan Arab yang berbunyi : ‘Nabi Daud AS, Nabi Sulaiman AS, Nabi Musa AS, Nabi Harun AS, Nabi Yusuf AS, Nabi Zakaria AS, Nabi Yahya AS, Nabi Isa AS, Nabi Muhammad SAW’. Di dalamnya juga terdapat gambar Nabi Daud AS ketika memotong kepala dari Goliath, orang yang memiliki pedang ini pada awalnya. Di pedang ini juga terdapat tulisan yang diidentifikasi sebagai tulisan Nabataean.Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 101 cm. Dikabarkan bahwa ini adalah pedang yang akan digunakan Nabi Isa AS kelak ketika dia turun ke bumi kembali untuk mengalahkan Dajjal.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa ‘uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).




5.Hatf

Hatf adalah sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan dari Banu Qaynaqa. Dikisahkan bahwa Nabi Daud AS mengambil pedang ‘Al Battar’ dari Goliath sebagai rampasan ketika dia mengalahkan Goliath tersebut pada saat umurnya 20 tahun. Allah SWT memberi kemampuan kepada Nabi Daud AS untuk ‘bekerja’ dengan besi, membuat baju baja, senjata dan alat perang, dan dia juga membuat senjatanya sendiri. Dan Hatf adalah salah satu buatannya, menyerupai Al Battar tetapi lebih besar dari itu. Dia menggunakan pedang ini yang kemudian disimpan oleh suku Levita (suku yang menyimpan senjata-senjata barang Israel) dan akhirnya sampai ke tangan Nabi Muhammad SAWSekarang pedang ini berada di Musemum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade, dengan panjang 112 cm dan lebar 8 cm.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa ‘uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
6.Al Mikhdham

Ada yang mengabarkan bahwa pedang ini berasal dari Nabi Muhammad SAW yang kemudian diberikan kepada Ali bin Abi Thalib dan diteruskan ke anak-anaknya Ali. Tapi ada kabar lain bahwa pedang ini berasal dari Ali bin Abi Thalib sebagai hasil rampasan pada serangan yang dia pimpin di Syria.Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 97 cm, dan mempunyai ukiran tulisan Arab yang berbunyi: ‘Zayn al-Din al-Abidin’.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa ‘uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
7.Al Rasub

Ada yang mengatakan bahwa pedang ini dijaga di rumah Nabi Muhammad SAW oleh keluarga dan sanak saudaranya seperti layaknya bahtera (Ark) yang disimpan oleh bangsa IsraelSekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 140 cm, mempunyai bulatan emas yang didalamnya terdapat ukiran tulisan Arab yang berbunyi: ‘Ja’far al-Sadiq’.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa ‘uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
8.Al Qadib

Al-Qadib berbentuk blade tipis sehingga bisa dikatakan mirip dengan tongkat. Ini adalah pedang untuk pertahanan ketika bepergian, tetapi tidak digunakan untuk peperangan. Ditulis di samping pedang berupa ukiran perak yang berbunyi syahadat: “Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad Rasul Allah – Muhammad bin Abdallah bin Abd al-Mutalib.” Tidak ada indikasi dalam sumber sejarah bahwa pedang ini telah digunakan dalam peperangan. Pedang ini berada di rumah Nabi Muhammad SAW dan kemudian hanya digunakan oleh khalifah Fatimid.Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Panjangnya adalah 100 cm dan memiliki sarung berupa kulit hewan yang dicelup.
Foto diambil oleh Muhammad Hasan Muhammad al-Tihami, Suyuf al-Rasul wa ‘uddah harbi-hi (Cairo: Hijr, 1312/1992).
9.Qal’a

Pedang ini dikenal sebagai “Qal’i” atau “Qul’ay.” Nama yang mungkin berhubungan dengan tempat di Syria atau tempat di dekat India Cina. Ulama negara lain bahwa kata “qal’i” merujuk kepada “timah” atau “timah putih” yang di tambang berbagai lokasi. Pedang ini adalah salah satu dari tiga pedang Nabi Muhammad SAW yang diperoleh sebagai rampasan dari Bani Qaynaqa. Ada juga yang melaporkan bahwa kakek Nabi Muhammad SAW menemukan pedang ini ketika dia menemukan air Zamzam di Mekah.
Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 100 cm. Didalamnya terdapat ukiran bahasa Arab berbunyi: “Ini adalah pedang mulia dari rumah Nabi Muhammad SAW, Rasul Allah.” Pedang ini berbeda dari yang lain karena pedang ini mempunyai desain berbentuk gelombang.
Cara Berjalan Rasulullah SAW


“Tiada satupun kulihat lebih indah daripada Rasulullah saw., seolah-olah mentari
beredar di wajahnya. Juga tiada seorangpun yang kulihat lebih cepat jalannya
daripada Rasulullah saw., seolah-olah bumi ini dilipat-lipat untuknya. Sungguh,kami harus bersusah payah melakukan hal itu, sedangkan Rasulullah saw. Tidak memperdulikan. “(Diriwayatkan oleh Qutaibah bin Sa’id, dari *Ibnu Luhai’fah, dari Abi Yunus, yang bersumber dari Abu Hurairah r.a.)

• Ibnu Luhai’ah adalah `Abdullah al Hadhrami, seorang faqih yang Masyhur dan qadli di Mesir, namun demikian ad Dzahabi mendlaifkannya, tetapi hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Wahab, Ibnu Mubarak dan Abi `Abdurrahman al Muqri lebih baik. Ibnu Luhai’fah meninggal dunia pada tahun 174 H.
“Bila Nabi saw. berjalan, maka ia berjalan dengan merunduk seakan-akan
jalanan menurun.”(Diriwayatkan oleh Shufyan bin Waki’, dari ayahnya, dari al Masudi, dari `Utsman bin Muslim bin Hurmuz, dari Nafi’ bin Jubair bin Muth’im, yang bersumber dari `Ali bin Abi Thalib k.w.)
• KAIN PENYEKA RASULULLAH SAW
“Rasulullah saw.sering menyeka (minyak di kepalanya), seakan-akan kain
penyeka kepalanya seperti kain penyeka tukang minyak.”(Diriwayatkan oleh Yusuf bin `Isa, dari Waki’, dari Rabi’ bin Shabih, dari *Yazid bin Aban ar
Raqasi, yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
• Yazid bin Aban ar Raqasy dikenal sebagai orang yang dinilai munkar periwatannya. Hadits ini sangat berlawanan dengan hadist Shahih, yang menerangkan tentang kebersihan dan penampilan terpuji dari Rasulullah saw. (Muhammad `Afif az Za’bi)
• SIKAP DUDUK RASULULLAH SAW
“Ia (Qabilah) melihat Rasulullah saw. di masjid sedang duduk *qurfasha.”
Qabilah berkata :”Manakala aku melihat Rasulullah saw. sedang duduk dengan
khusyu’, maka akupun dibawa oleh perasaan takjub karena wibawanya.”
(Diriwayatkan oleh’Abd bin Humaid, dari `Affan bin Muslim, dari `Abdullah bin Hasan, dari kedua orang anaknya, yang bersumber dari Qabilah binti Makhramah)
• Duduk Qurfasha yakni duduk bertumpu pada pinggul, kedua paha merapat ke perut dan jangan memegang betis.
“Sesungguhnya ia melihat Rasulullah saw. berbaring telentang di masjid, dan
salah satu kakinya ditumpangkan pada kaki lainnya.”(Diriwayatkan oleh Sa’id bin `Abdurrahman al Makhzumi dan lainnya, mereka menerima dari Sufyan, dari Zuhri, dari `Abbad bin Tamim yang bersumber dari pamannya*)
• Ia adalah `Abdullah bin Zaid bin `Ashim bin Muhammad, ia adalah seorang sahabat dan dikatakan bahwa ia yang membunuh Musailamah al Kadzdzab (Nabi palsu) “Apabila Rasulullah saw. duduk di *masjid, maka ia duduk secara *ihtiba dengan kedua tangannya.”(Diriwayatkan oleh Salamah bin Syabib, dari `Abdullah bin Ibrahim al Madini, dari Ishaq bin Muhammad al Anshari, dari Rabih bin `Abdurrahman bin Abi Sa’id, dari bapaknya yang bersumber dari kakeknya Abi Sa’id al Khudri r.a.)
• Ada yang mengatakan di dalam majlis
• Ihtaba adalah duduk Qurfasha sambil bersandar
• TEMPAT BERTELEKAN RASULULLAH SAW
“Aku pernah melihat Rasulullah saw. duduk bertelekan pada sebuah bantal di
sebelah kirinya.”(Diriwayatkan oleh `Abbas bin Muhammad ad Dauri al Baghdadi, dari Ishaq bin Manshur,dari Israil, dari simak bin Harb, yang bersumber dari Jabir bin Samurah r.a.)
“Rasulullah saw. bersabda : “Aku tak mau makan sambil bertelekan, aku tak mau makan sambil bertelekan.”(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari `Abdurrahman bin Mahdi, dari Sufyan, dari Ali bin al `Aqmar, yang bersumber dari Abu Juhaifah r.a.)
“Aku melihat Rasulullah saw. duduk bertelekan pada sebuah bantal.”
(Diriwayatkan oleh Yusuf bin `Isa, dari Waki’, dari Ismail, dari Simak bin Harb, yang bersumber dari Jabir bin Samurah r.a.)
• CARA BERTELEKAN RASULULLAH SAW
“Aku masuk ke rumah rasulullah saw. tatkala beliau sedang sakit yang
membawa ajalnya. Di kepalanya ada balutan kain kuning. Kepadanya ku ucapkan salam, kemudian beliau bersabda : “Wahai Fadlal, apa kabarmu?” Aku menjawab : “Baik wahai Rasulullah !” Rasulullah bersabda : “Kuatkan balutan yang ada di kepalaku ini !” Fadlal meneruskan ceritanya :”Maka kulakukan perintah Rasulullah saw. itu. Kemudian beliau duduk, lalu meletakkan tangannya di atas bahuku, kemudian beliau berdiri lalu masuk ke masjid.” Dan kisah selanjutnya terdapat dalam hadist perihal wafatnya Rasulullah saw.(Diriwayatkan oleh `Abdullah bin `Abdurrahman, dari Muhammad bin al Mubarak, dari*`Atha’bin Muslim al Khaffaf al Halabi,dari Ja’far bin Furqan, dari `Atha’ bin Abi Rabbah,yang bersumber dari *al Fadlal bin `Abbas r.a.)
• Al Fadlal bin `Abbas r.a. adalah sahabat yang masyhur, ia adalah anak sulung `Abbas r.a. (paman Rasulullah saw.)
• ‘Atha’ bin Muslim al Khaffaf al Halabi, di dla’ifkan oleh Abu Daud, dan menurut Abu Hatim tidak boleh dipakai hujjah periwayatannya.
“Sesungguhnya Nabi saw. sedang dalam keadaan sakit. Beliau keluar (dari
rumahnya) dengan bertelekan kepada Usamah bin Zaid. Waktu itu beliau
memakai kain Qithri (buatan Qatar) yang diselempangkan. Kemudian Beliau
shalat bersama mereka (para sahabat).”(Diriwayatkan oleh `Abdullah bin `Abdurrahman, dari `Amr `Ashim, dari Hammad bin Salamah, dari Humaid, yang bersumber dari Anas r.a.)
Cara Makan Rasulullah SAW
Rate This

________________________________________

“Sesungguhnya Nabi saw. menjilati jari jemarinya (sehabis makan) tiga kali.”
(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari `Abdurrahman bin Mahdi, dari Sufyan, dari
Sa’id bin Ibrahim, dari *salah seorang anak Ka’ab bin Malik, yang bersumber dari
bapaknya.)
• Nama Ibnul Ka’ab bin Malik (putera Ka’ab bin Malik r.a.) di sini tidak dijelaskan, sedangkan
Ka’ab mempunyai anak dua orang, yaitu `Abdullah dan `Abdurrahman. Namun demikian
keduanya punya tsiqat (dapat diterima periwayatannya) , dan keduanya merupakan tabi’in
besar.
“Bila Nabi saw. selesai makan, beliau menjilati jari jemarinya yang tiga*.”
(Diriwayatkan oleh al Hasan bin `Ali al Khilali, dari `Affan, dari Hammad bin Salamah, dari
Tsabit, yang bersumber dari Anas r.a.)
• Yang dimaksud jari yang tiga ,yakni: jari tengah, jari telunjuk dan ibu jari.
• JENIS ROTI YANG DIMAKAN OLEH RASULULLAH SAW
“Keluarga Nabi saw. tidak pernah makan roti sya’ir* sampai kenyang dua hari
berturut-turut hingga Rasulullah saw. wafat.”
(Diriwayatkan oleh Muhammad bin al Matsani, dan diriwayatkan pula oleh Muhammad bin
Basyar, keduanya menerima dari Muhammad bin Ja’far, dari Syu’bah, dari Ishaq, dari
`Abdurrahman bin Yazid, dari al Aswad bin Yazid*, yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
• Sya’ir, khintah dan bur, semuanya diterjemahkan ke dalam bahasa Indinesia dengan
“gandum” sedangkan sya’ir merupakan gandum yang paling rendah mutunya. Kadang kala ia
dijadikan makanan ternak, namun dapat pula dihaluskan untuk makanan manusia. Roti yang
terbuat dari sya’ir kurang baik mutunyasya’ir lebih dekat kepada jelai daripada gandum.
• Abdurrahman bin Yazid dan al Aswad bin Yazid bersaudara, keduanya rawi yang tsiqat.
“Rasulullah saw. tidak pernah makan di atas meja dan tidak pernah makan roti
gandum yang halus, hingga wafatnya.”
(Diriwayatkan oleh `Abdullah bin `Abdurrahman, dari’Abdullah bin `Amr –Abu Ma’mar-,
dari `Abdul Warits, dari Sa’id bin Abi `Arubah, dari Qatadah, yang bersumber dari Anas
r.a.)
• LAUK PAUK YANG DIMAKAN RASULULLAH SAW
“Sesungguhnya Rasulullah bersabda: “Saus yang paling enak adalah cuka.”
`Abdullah bin `Abdurrahman berkata :”Saus yang paling enak adalah cuka.”
(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Shal bin `Askar dan `Abdullah bin `Abdurrahman,
keduanya menerima dari Yahya bin Hasan, dari Sulaiman bin Hilal, Hisyam bin `Urwah,
dari bapaknya yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
“Rasulullah saw. bersabda :”Makanlah minyak zaitun dan berminyaklah
dengannya. Sesungguhnya ia berasal dari pohon yang diberkahi.”
(Diriwayatkan oleh Mahmud bin Ghailan, daari Abu Ahmad az Zubair, dan diriwayatkan
pula oleh Abu Nu’aim, keduanya menerima dari Sufyan, dari ` Abdullah bin `Isa, dari
seorang laki-laki ahli syam yang bernama Atha’, yang bersumber dari Abi Usaid r.a.*)
• Abi Usaid adalah `Abdullah bin Tsabit az Zarqi.
“Nabi saw. menggemari buah labu. maka (pada suatu hari) beliau diberi
makanan itu, atau diundang untuk makan makanan itu (labu). Aku pun
mengikutinya, maka makanan itu (labu) kuletakkan dihadapannya, karena aku
tahu beliau menggemarinya.
(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari Muhammad bin Ja’far, dan diriwayatkan
pula oleh `Abdurrahman bin Mahdi, keduanya menerima dari Syu’bah, dari Qatadahyangt
bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
“Nabi saw. menyenangi kue-kue manis (manisan) dan madu.”
(Diriwayatkan oleh Ahmad bin Ibrahim ad Daruqi, juga diriwayatkan oleh Salamah bin
Syabib dan diriwayatkan pula oleh Mahmud bin Ghailan, mereka menerimanya dari Abu
Usamah, dari Hisyam bin `Urwah yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
“Nabi saw. diberi makan daging, maka diambilakn baginya bagian dzir’an*.
Bagian dzir’an kesukaannya. Maka Rasulullah saw. Mencicipi sebagian
daripadanya. “
(Diriwayatkan oleh Washil bin `Abdul A’la, dari Muhammad bin Fudlail, dari Abi Hayyan at
Taimi, dari Abi Zar’ah, yang bersumber dari Abu Hurairah r.a.)
• Dzir’an adalah bagian tubuh binatang dari dengkul sampai bagian kaki.
“Daging yang paling baik adalah punggung.”
(Diriwayatkan oleh Mahmud bin Ghailan, dari Abu Ahmad, dari Mis’ar, dari Syaikhan, dari
Fahm,* yang bersumber dari `Abdullah bin Ja’far r.a.)
• Namanya adalah Muhammad bin `Abdullah, disebut pula Muhammad bin
`Abdurrahman, juga disebut Abu Hay.
• BUAH-BUAHAN YANG DIMAKAN RASULULLAH SAW
“Nabi saw. memakan qitsa* dengan kurma (yang baru masak).”
(Diriwayatkan oleh Isma’il bin Musa al Farazi, dari Ibrahim bin Sa’id, dari ayahnya yang
bersumber dari `Abdullah bin Ja’far r.a.)
• Qitsa adalah sejenis buah-buahan yang mirip mentimun tetapi ukurannya lebih besar (Hirbis)
“Sesungguhnya Nabi saw. memakan semangka dengan kurma (yang baru
masak).”
(Diriwayatkan oleh `Ubadah bin `Abdullah al Khaza’i al Bashri, dari Mu’awiyah bin Hisyam,
dari Sufyan, dari Hisyam bin `Urwah, dari bapaknya, yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
• DO’A RASULULLAH SAW. SEBELUM DAN SESUDAH MAKAN
“Pada suatu hari, kami berada di rumah Rasulullah saw., maka Beliau
menyuguhkan suatu makanan. Aku tidak mengetahui makanan yang paling
besar berkahnya pada saat kami mulai makan dan tidak sedikit berkahnya di
akhir kami makan.” Abu Ayub bertanya : “Wahai Rasulullah, bagaimanakah
caranya hal ini bisa terjadi?” Rasulullah saw. bersabda :”Sesungguhnya kami
membaca nama Allah waktu akan makan, kemudian duduklah seseorang yang
makan tanpa menyebut nama Allah, maka makannya disertai syetan.”
(Diriwayatkan oleh Qutaibah Dari Ibnu Luhai’ah, dari Yazid bin Abi Habib, dari Rasyad bin
Jandal al Yafi’I, dari Hubeib bin Aus, yang bersumber dari Abu Ayub al Anshari r.a.)
“Rasulullah saw. bersabda :”bila salah seorang dari kalian makan, tapi lupa
menyebut nama Allah atas makanan itu, maka hendaklah ia membaca
:”Bismillahi awwalahu wa akhirahu.” (Dengan nama Allah pada awal dan
akhirnya).
(Diriwayatkan oleh Yahya bin Musa, dari abu Daud, dari Hisyam ad Distiwai, dari Budail al
`Aqili, dari `Abdullah bin `Ubaid bin `Umair, dari Ummu Kultsum*, yang bersumber dari
`Aisyah r.a.)
• Ummu Kultsum binti `Uqbah bin Abi Mu’ith al Umawiyah, adalah salah seorang sahabat
Rasulullah saw. dan ia merupakan saudara seibu `Utsman bin Affan r.a.
“Apabila Rasulullah saw. selesai makan, maka Beliau membaca : “Alhamdulillahil
ladzi ath’amana wa saqana wa ja’alana muslimin.” (Segala puji bagi Allah Yang
memberi makan kepada kami, memberi minum kepada kami dan menjadikan
kami orang-orang islam).
(Diriwayatkan oleh Mahmud Ghailan, dari Abu Ahmad az Zubairi, dari Sufyan as Tsauri,
dari Abu Hasyim, dari Ibnu Isma’il bin Riyah, dari bapaknya (Riyah bin `Ubaid), yang
bersumber dari Abu Sa’id al khudri r.a.)
“Adapun Rasulullah saw., bila hidangan makan telah diangkat dari hadapannya,
maka beliau membaca :”Alhamdulillahi hamdan katsiran thayyiban mubarakan
fihi, ghaira muwadda’iw wa la mustaghnan `anhu Rabbana.” (Segala puji bagi
Allah, puji yang banyak tiada terhingga. Puji yang baik lagi berkah padanya.Puji
yang tidak pernah berhenti. Dan puji tidak akan mampu lisan menuturkannya, ya
Allah Rabbal `Alamin)
(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari Yahya bin Sa’id, dari Tsaur bin Yazid, dari
Khalid bin Ma’danyang bersumber dari Abu Umamah r.a.)
• CARA MINUM RASULULLAH
“Sesungguhnya Rasulullah saw. minum air zamzam sambil berdiri.”
(Diriwayatkan oleh Ahmad bin Mani’, dari Husyaim, dari `Ashim al Ahwal dan sebagainya, dari Sya’bi, yang bersumber dari Ibnu `Abbas r.a.)
“Sesungguhnya Rasulullah saw. menarik nafas tiga kali pada bejana bila Beliau minum. Beliau bersabda :”Cara seperti ini lebih menyenangkan dan menimbulkan kepuasan.”
(Diriwayatkan oleh Qutaibah bin Sa’id, dan diriwayatkan pula oleh Yusuf bin Hammad, keduanya menerima dari `Abdul Warits bin Sa’id, dari Abi `Ashim, yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
• MINUMAN RASULULLAH SAW
“Minuman yang paling disukai Rasulullah saw. adalah minuman manis yang dingin.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi `Umar, dari Sufyan, dari Ma’mar, dari Zuhairi, dari `Urwah, yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
• TEMPAT MINUM RASULULLAH SAW
Anas bin Malik r.a. memperlihatkan kepada kami tempat minuman yang terbuat
dari kayu. Tempat minuman itu tebal dan dililit dengan besi”. kemudian anas r.a.
menerangkan : “Wahai Tsabit! Inilah tempat minum Rasulullah saw.”
(Diriwayatkan oleh al Husain bin al Aswad al Baghdadi, dari `Amr bin Muhammad, dari `Isa
bin Thuhman, yang bersumber dari Tsabit r.a.)
“Sungguh ke dalam cangkir ini telah kutuangkan berbagai minuman untuk
Rasulullah saw., baik itu air, nabidz*, madu ataupun susu.”
(Diriwayatkan oleh `Abdullah bin `Abdurrahman, dari Hammad bin Salamah, dari Humaid
dan Tsabit, yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
• Nabidz adalah air kurma, yakni beberapa biji kurma dimasukkan ke dalam air kemudian
dibiarkan (semalam) sampai airnya terasa manis.
Cara Berbicara Rasulullah SAW


“Rasulullah saw. tidak berbicara cepat sebagaimana kalian. Tetapi beliau
berbicara dengan kata-kata yang jelas dan tegas. Orang yang duduk
bersamanya akan dapat menghafal (kata-katanya)
(Diriwayatkan oleh Humaid bin Mas’adah al Bashriyyi, dari Humaid al Aswad, dari Usamah
bin Zaid, dari Zuhri, dari `Urwah, yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
“Rasulullah saw. suka mengulang kata-kata yang diucapkannya sebanyak tiga
kali agar dapat dipahami.”
(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Yahya, dari Abu Qutaibah –Muslim bin Qutaibah-. dari
`Abdullah bin al Mutsani, dari Tsumamah, yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
• CARA RASULULLAH SAW TERTAWA
“Betis Rasulullah saw. kecil (tidak gemuk). Beliau tidak tertawa kecuali
tersenyum. Bila aku memandang kepadanya, aku berkata (dalam hati); “Betapa
hitam pelupuk matanya, padahal tidak dihitami.”
(Diriwayatkan oleh Ahmad bin Mani’, dari `Abbad bin al `Awwam, dari al Hajjaj –Ibnu
Arthah-*, dari Simak bin Harb, yang bersumber dari Jabir bin Samurah r.a.)
• Al Hajjaj (Ibnu Arthah) didla’ifkan oleh jamaah
“Tiadalah tertawa Rasulullah saw. kecuali tersenyum.”
(Diriwayatkan oleh Ahmad bin Khalid al Khilal, dari Yahya bin Ishaq, as Sailihani, dari Laits
bin Sa’id, dari Yazid bin Abi Habib, yang bersumber dari `Abdullah bin al Harits r.a)
MINYAK WANGI RASULULLAH SAW
“Rasulullah saw. bersabda :”Wewangian laki-laki ialah yang harum baunya dan
tersembunyi warnanya. Sedangkan wewangian wanita ialah yang cemerlang
warnanya dan tersembunyi baunya.”
(Diriwayatkan oleh Mahmud bin Ghailan, dari Abu Daud al Hafariyyi, dari Sufyan, dari al
Jurairi, dari Abi Nadhrah, dari seseorang*, yang bersumber dari Abu Hurairah r.a.)
• Dalam riwayat lain yang juga bersumber dari Abu Hurairah r.a., sanadnya adalah:
Diriwayatkan oleh `Ali bin Hujr, dari Isma’il bin Ibrahim, dari al Jurairi, dari Abi Nadhrah, dari
at Thawafi, yang bersumber dari Abu hurairah r.a.
KELAKAR RASULULLAH SAW
“Sesungguhnya Rasulullah saw. bergaul akrab dengan kami, sehingga beliau
bersabda kepada adikku* yang masih kecil :”Wahai Abu `Umair (bapak `Umair),
apa yang dapat dikerjakan burung sekecil itu*?”
(Diriwayatkan oleh Hannad bin asSariyyi, dari Waki’, dari Syu’bah, dari Abit Tayyah, yang
bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
• Ia adalah saudara seibu Anas bin Malik r.a., namanya adalah Ibnu Abi Thalhah Zaid bin Sahl
al Anshari, sedangkan ibu bagi keduanya adalah Ummu Sulaim binti Malhan. Ibnu Abi
Thalhah (Abu `Umair) wafat sewaktu masih kecil yakni dimasa Nabi saw. masih hidup.
• Imam Tirmidzi berkata :” Maksud Hadist ini, Rasulullah saw. bergurau. Di dalam
pergurauannya, beliau memberi gelar kepad seorang anak kecil dengan sebutan
bapak:”Wahai Abu `Umair (Wahai bapak `Umair). Pada hadist inipun terdapat suatu hukum,
bahwa memberi mainan kepada anak-anak berupa burung tidak apa-apa. Nabi saw.
bersabda:”Wahai Abu `Umair apa yang dapat dikerjakan oleh burung sekecil itu ?”
Maksudnya adalah : Anak kecil itu mempunyai burung kecil sebagai mainannya. Kemudian
burung itu mati , maka anak tersebut berduka cita karenanya. Untuk mengobati dukanya
Nabi saw bersenda gurau kepadanya.
“Mereka (para sahabat) bertanya: “Wahai Rasulullah! apakah Anda suka
bergurau kepada kami?” Beliau bersabda :”Benar! Hanya saja apa yang
kukatakan, tidak lain hanyalah kebenaran.”
(Diriwayatkan oleh `Abbas bin Muhammad ad Duri, dari `Ali bin al Hassan bin Syaqiq, dari
`Abdullah bin al Mubarak, dari Usamah Ibnu Zaid, dari Sa’id al Maqbari, yang bersumber
dari Abu Hurairah r.a.)
SYI’IR YANG DIBACA RASULULLAH SAW
`Aisyah r.a. bertanya :”Apakah Rasulullah saw. pernah membaca syi’ir?” Ia
menjawab :”Beliau pernah membaca Syi’ir Ibnu Rawahah r.a.dan juga pernah
membaca syi’ir yang berbunyi: “Berita-berita akan datang kepadamu Dibawa
oleh orang yang tak kau beri bekal*.”
(Diriwayatkan oleh `Ali bin Hujr, dari Syarik, dari al Miqdambin Syuraih, dari bapaknya,
yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
• Permulaan baitnya berbunyi: Hari demi hari akan menyingkap kejelasan bagimu. Walau kau
sebelumnya tidak tahu.
Rasulullah saw. bersabda :”Syi’ir yang terbaik (paling benar) yang pernah
dibacakan seorang penya’ir adalah Syi’ir Labid* (bin Abi Rabi’ah al Amiri), yang
berbunyi: “Ingat! Segala sesuatu selain Allah pasti binasa.” Dan hamper saja
Ummayah bin Abis Shalt* menjadi muslim (karena syi’ir-syi’irnya) .”
(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari `Abdurrahman bin Mahdi, dari Sufyan as
Tsauri, dari `Abdul Malik bin `Umair, dari Abu Salamah, yang bersumber dari Abu Hurairah
r.a.)
• Pada masa jahiliyah, Labid adalah seorang yang mulia demikian pula setelah ia masuk
Islam. Ia merupakan penyair Arab yang terkenal saat itu. Namun setelah turun ayat-ayat Al-
Qur’an ia berhenti membuat syi’ir dan ia hanya mencukupkan dengan al-Qur’an saja. Ia wafat
pada tahun 41 H pada usia 140 tahun.
• Tentang Ummayah bin Abis Shalt, Rasulullah pernah bersabda: “Syi’irnya beriman, namun
hatinya tetap kafir.”
“Aku pernah berada di belakang Nabi saw. (dibonceng), kepadanya kubacakan
seratus qafiah (sajak) Syi’ir gubahanUmmayah bin Abis Shalt as Tsaqaf.
Manakala kubacakan kepadanya sebait syi’ir, Nabi saw. bersabda :”Tambahkan
lagi!” Sehingga kepadanya kubacakan seratus bait syi’ir, kemudian Nabi saw.
bersabda :”Sesungguhnya Ummayah itu hampir saja menjadi muslim.”
(Diriwayatkan oleh Ahmad bin Mani’, dari Marwan bin Mu’awiyah*, dari `Abdullah bin
`Abdurrahman at Thaifi, dari `Amr bin Syarid, yang bersumber dari ayahnya)
• Marwan bin Mu’awiyah bin Harits al kufi, ia dinyatakan tsiqat oleh jamaah. ia wafat tahun 193
H.
“Rasulullah saw. meletakkan mimbar untuk Hasan bin Tsabit di dalam masjid
agar ia bersyi’ir yang membesarkan hati Rasulullah saaw., atau (perawi ragu)
agar ia mempertahankan Rasulullah saw. Rasulullah saw. bersabda
:”Sesungguhnya Allah swt. menolong Hasan lewat Jibril tatkala ia
mempertahankan (atau membesarkan hati) Rasulullah saw. (dengan syi’irnya).”
(Diriwayatkan oleh Isma’il bin Musa al Fazari, dan diriwayatkan oleh `Ali bin Hujr
(semakna), keduanya menerima dari `Abdurrahman bin Zinad, dari Hisyam bin `Urwah, dari
bapaknya (`Urwah), yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
Ibadah Rasulullah


“Rasulullah berdiri (shalat) sampai bengkak kedua kakinya. Kepadanya
ditanyakan: “Mengapa Anda membebani diri dengan hal yang demikian?
Bukankah Allah swt. Telah mengampuni Anda dari segala dosa Anda, baik yang terdahulu maupun yang akan datang?” Rasulullah saw. Bersabda :”Tidak patutkah saya menjadi hamba Allahyang bersyukur?”
(Diriwayatkan oleh Qutaibah bin Sa’id, juga oleh Basyar bin Mu’adz, dari Abu `Awanah,dari Ziyad bin `Alaqah, yang bersumber dari al Mughirah bin Syu’bah r.a.)
“Nabi saw. shalat malam hari tiga belas rakaat.” (Diriwayatkan oleh Abu Kuraib- Muhammad bin al A’la-, dari Waki’, dari Syu’bah, dari Abi Jamrah,yang bersumber dari Ibnu `Abbas r.a.) “Sesungguhnya apabila Nabi saw. tidak sempat shalat malam hari karena tertidur atau berat rasa kantuknya, maka beliau lakukan shalat dua belas rakaat di siang hari.” (Diriwayatkan oleh Qutaibah bin Sa’id, dari Abu `Awanah, dari Qatadah, dari Zurarah bin Aufa, dari Sa’id bin Hisyam, yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
“Sesungguhnya Rasulullah saw. melaksanakan shalat di malam hari sebelas raka’at. Beliau lakukan shalat witir (ganjil) satu raka’at. Apabila beliau selesai melakukan shalat itu, beliau berbaring dengan lambung kanannya di sebelah bawah.” (Diriwayatkan oleh Ishaq bin Musa, dari Ma’an, dari Malik, dari Ibnu Syibab, dari Urwah,yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
“Sesungguhnya Nabi saw. tidak wafat, sampai kebanyakan shalatnya (shalat sunnat) dilaksanakan dalam keadaan duduk.”
(Diriwayatkan oleh al Hasan bin Muhammad azZa’farani, dari al Hajjaj bin Muhammad, dari Ibnu Juraih, dari `Utsman bin Abi Sulaiman, dari Abu Salamah bin `Abdurrahman, yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
“Aku pelihara amalan-amalan Rasulullah saw. berupa shalat delapan raka’at.dua raka’at sebelum shalat Dhuhur, dua raka’at sesudahnya, dua raka’at sesudah shalat Magrib dan dua raka’at sesudah shalat Isya’.” Selanjutnya Ibnu`Umar berkata :”Hafshah* menceritakan kepadaku perihal dua raka’at shalat fajar. Tapi aku tak pernah* melihatnya dilakukan Rasulullah saw.” (Diriwayatkan oleh Qutaibah bin Sa’id, dari Marwan bin Mu’awiyah al Farazi, dari Ja’far bin Burqaq, dari Maimun bin Mihran, yang bersumber dari Ibnu `Umar r.a)
• Hafshah (isteri Rasulullah saw.) dan Ibnu `Umar adalah kakak beradik, keduanya adalah putera `Umar bin Khathab r.a.
• Disebabkan Rasulullah saw. melakukan shalat fajar di rumahnya, maka Ibnu `Umar tidak pernah melihatnya.
WUDHU RASULULLAH SAW
“Rasulullah saw. keluar dari jamban, maka dihidangkan kepadanya makanan.
Kemudian para sahabat berkata : `Apakah kami perlu menyediakan bagi Anda
air wudlu?” Beliau menjawab :”Sesungguhnya aku disuruh berwudlu apabila aku
akan melakukan shalat.”
(Diriwayatkan oleh Ahmad bin Mani’, dari Isma’il bin Ibrahim, dari Ayyub, dari Ibnu
Mulaikah yang bersumber dari Ibnu `Abbas r.a.)
“Kubaca dalam Taurat bahwa berkah makanan itu karena berwudlu sebelum
makan dan berwudlu sesudahnya”. Hal tersebut kukatakan kepada Nabi saw.,
dan kukabarkan apa yang pernah kubaca dalam Taurat itu, maka Rasulullahsaw.
Bersabda :”Berkah makanan itu disebabkan berwudlu sebelum makan serta
sesudahnya.”
(Diriwayatkan oleh Yahya bin Musa, dari `Abdullah bin Numair, dari Qeis bin Rabi’*. Hadist
inipun diriwayatkan pula oleh Qutaibah, dari `Abdul Karim al Jurjani, kedua riwayat itu
bersumber dari Qeis bin Rabi’, dari Abi Hisyam Adahzadan yang bersumber dari Salman
r.a.)
• Qeis bin Rabi’ menurut Ibnu Ma’in periwayatannya dla’if namun diterima oleh Ibnu Majah dan
Abu Daud.
• SHALAT DHUHA RASULULLAH SAW
“Aku mendengar Mu’adzah (binti `Abdullah al- `Adawiyah) sebagai erikut: “Aku bertanya kepada `Aisyah r.a. : “Apakah Rasulullah saw mengerjakan shalat pada waktu dhuha?” `Aisyah r.a. menjawab : “Benar, beliau melakukan empat raka’at.
Dan terkadang beliau menambah lagi sebanyak yang dikehendaki Allah Azza wa Jalla.” (Diriwayatkan oleh Mahmud bin Ghailan, dari Abu Daud at Thayalisi, dari Syu’bah, dari Yazid ar Risyk, yang bersumber dari Mu’adzah r.a.)
“Sesungguhnya Nabi saw. melakukan shalat empat raka’at sesudah tergelincir matahari, sebelum shalat Dhuhur.” Beliau bersabda: “Sesungguh nya waktu itu merupakan saat pintu-pintu langit terbuka. Maka aku menyukai amal salehku diangkat saat itu.” (Diriwayatkan oleh Muhammad bin al Mutsana, dari Abu Daud, dari Muhammad bin Muslim
bin Abil Wadldlah, dari `Abdul Karim al Jazari, dari Mujahid, yang bersumber dari `Abdullah bin as Saib r.a.)
• SHALAT SUNNAH RASULULLAH SAW DI RUMAH
“Aku bertanya kepada Rasulullah saw. tentang shalat di rumah dan shalat di masjid.” Beliau bersabda : “Sungguh, kau melihat sendiri, alangkah dekatnya rumahku dengan masjid. Sungguh aku lebih suka shalat di rumah daripada shalat di masjid, kecuali shalat itu shalat fardhu.” (Diriwayatkan oleh `Abbas al Anbari, dari `Abdurrahman bin Mahdi, dari Mu’awiyah bin Shalih, dari al A’la bin Harits, dari Haram bin Mu’awiyah, yang bersumber dari pamannya `Abdullah bin Sa’ad r.a.*)
• ‘Abdullah bin Sa’ad al Anshari, ia merupakan salah seorang sahabat Rasulullah saw.
• SHAUM SUNNAT RASULULLAH SAW
“Aku melihat Rasulullah saw. shaum dua bulan berturut-turut kecuali pada bulan Sya’ban dan Ramadhan.”(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari `Abdurrahman bin Mahdi, dari Sufyan, dari Manshur, dari Salim bin Abil Ja’di, dari Abi Salamah, yang bersumber dari Ummu salamah r.a.)
“Rasulullah saw. shaum pada awal bulan selama tiga hari pada setiap bulan, dan jarang sekali beliau tidak berbuka pada hari Jum’at.”
(Diriwayatkan oleh al Qasim bin Dinar al Kufi, dari `Ubaid bin Musa, dan diriwayatkan pula oleh Thalaq bin Ghanam, dari Syaibani, dari `Ashim, dari Zirin bin Hubaisy, yang bersumber dari `Abdullah r.a.)
“Nabi saw. bersungguh-sungguh mengamalkan shaum hari Senin dan Kamis.” (Diriwayatkan oleh Abu Hafsah –`Umar bin `Ali-, dari `Abdullah bin Daud, dari Tsaur bin Yazid, dari Khalid bin Ma’dan, dari Rabi’ah al Jarsyi, yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
“Hari Asyura (sepuluh Muharram) adalah hari yang dishaumi kaum Quraisy pada zaman jahiliyah. Rasulullah saw. pun shaum pada hari itu. Manakala beliau tiba di Madinah, beliau shaum pada hari itu dan beliau perintahkan agar hari itu dishaumi. Manakala bulan Ramadhan diwajibkan untuk shaum, maka shaum Ramadhanlah yang menjadi kewajiban, dan beliau tinggalkan hari `Asyura.
Basrang siapa ingin shaum silahkan dan barang siapa yang tidak mau shaum tinggalkanlah. “(Diriwayatkan oleh Harun bin Ishaq, al Hamdzani, `Abdah bin Sulaiman, dari Hisyam bin `Urwah, dari bapaknya, yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
• CARA RASULULLAH SAW MEMBACA AL-QUR’AN
“Aku bertanya kepada Anas bin Malik r.a. :”Bagaimanakah bacaan (Al Qur’an) Rasulullah saw.?” Ia menjawab :”Bermad (bertajwid). “
(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari Wahab bin Jurair bin Hazim, dari ayahnya,yang bersumber dari Qatadah r.a.)
“Rasulullah saw. memotong bacannya (pada setiap ayat). Beginilah cara
membacanya:”Alhamdulillahi Rabbil `Alamin “, kemudian beliau berhenti.
Selanjutnya dibaca :”Arrahmanirrahim” , kemudian beliau berhenti. Selanjutnya dibaca :”Maliki yaumiddin,”
(Diriwayatkan oleh `Ali bin Hujr, dari Yahya bin Sa’id al Umawi, dari Ibnu Juraij, dari Ibnu Abi Mulaikah, yang bersumber dari Ummu Salamah r.a.)
Budi Pekerti Rasulullah


“Rasulullah saw. bukanlah orang yang keji, beliau tidak membiarkan kekejian,
tiada mengeluarkan suara keras di pasar-pasar dan tidak membalas kejahatan
orang lain dengan kejahatan. Beliau suka memaafkan dan berjabat tangan.”
(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari Muahammad bin Ja’far, dari Syu’bah, dari
Abi Ishaq, dari Abi `Abdullah al Jadali, yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
“Rasulullah saw. tidak pernah memukul sesuatu dengan tangannya, kecuali
tatkala beliau berjihad fi sabilillah. Beliau pun tidak pernah memukul pembantu
dan wanita.”
(Diriwayatkan oleh Harun bin Ishaq al Handzani, dari `Ubadah, dari Hisyam bin `Urwah,
dari bapaknya, yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
“Aku mendengar Jabir bin `Abdullah r.a. berkata: `Tak pernah kudengar
Rasulullah saw. dimintai sesuatu, kemudian beliau berkata “tidak”.’
(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari `Abdurrahman bin Mahdi, dari Sufyan,
yang bersumber dari Muhammad bin al Munkadir r.a.)
“Nabi saw. tidak menyimpan sesuatu untuk hari esok.”
(Diriwayatkan oleh Qutaibah bin Sa’id, dari Ja’far bin Sulaiman, dari Tsabit, yang
bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
“Sesungguhnya Nabi saw menerima hadiah dan membalas hadiah.”
(Diriwayatkan oleh `Ali bin Khasyram dan lainnya, dari `Isa bin Yunus, dari Hisyam bin
`Urwah, dari bapaknya, yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
• TAWADLU RASULULLAH SAW
“Rasulullah saw. bersabda :”Janganlah kalian berlebihan memuji daku
sebagaimana kaum Nasrani yang berlebihan memuji anak Maryam. Aku
hanyalah seorang hamba, oleh sebab itu katakanlah (panggillah) `Abdullah
(hamba Allah) dan Rasul-Nya.”
(Diriwayatkan oleh Ahmad bin Mani’, diriwayatkan pula oleh Sa’id bin `Abdurrahman al
Makhzumi dan sebagainya, mereka menerima dari Sufyan bin `Uyainah, dari Zuhri, dari
`Ubaidilah, dari Ibnu `Abbas r.a., yang bersumber dari `Umar bin Khattab r.a.)
“Rasulullah saw. bersabda :”Sekalipun kepadaku hanya dihadiahkan betis
binatang, tentu akan kuterima. Dan sekiranya aku diundang makan betis
binatang, tentu akan kukabulkan undangannya. “
(Diriwayatkan oleh Muhammad bin `Abdullahbin Bazi’, dari Basyar bin al Mufadlal, dari
Sa’id dari Qatadah, yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
`Aisyah r.a. ditanya:”Apakah yang dikerjakan Rasulullah saw. Di rumahnya ?”
`Aisyah r.a. menjawab:”Beliau adalah seorang manusia biasa, beliau adalah
seorang yang mencuci bajunya sendiri, memerah susu kambingnya sendiri, dan
melayani dirinya sendiri.”
(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Isma’il, dari’Abdullah bin Shalih, dari Mu’awiyah bin
Shalih, dari Yahya bin Sa’id, yang bersumber dari `Amrah)
• TANGIS RASULULLAH SAW
“Rasulullah saw. bersabda kepadaku:”Bacakan al Qur’an untukku!” “Wahai
Rasulullah saw.! Mana mungkin aku membacakannya kepada Anda, bukankah
ia diturunkan kepada Anda?” Beliau bersabda:”Sungguh aku ingin
mendengarkannya dari selain daku.” Maka kubacakan surat an Nisa, sampai
ayat: “Waji’na bika `ala ha ula-I syahida.” (Dan Kami mendatangkan kamu
sebagai saksi atas mereka). (Q.S. 4 an- Nisa: 41). `Abdullah bin Mas’ud berkata
:”Maka kulihat kedua mata Rasulullah saw. bercucuran air mata.”
(Diriwayatkan oleh Mahmud bin Ghailan , dari Mua’wiyah bin Hisyam, dari Sufyan, dari al
A’masy, dari Ibrahim, dari `Ubaid, yang bersumber dari `Abdullah bin Mas’ud r.a.)
“Rasulullah saw. mencium `Utsman bin Madh’un* tatkala ia telah wafat. Dan
ketika itu beliau menangis.” Atau (kata perawi ragu): “Kedua matanya berlinang
air mata.”
(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari `Abdurrahman bin Mahdi, dari Sufyan, dari
`Ashim bin `Ubaidilah*, dari Qasim bin Muhammad*, yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
• ‘Utsman bin Madh’un adalah saudara sesusu Rasulullah saw. Ia wafat dua setengah tahun
setelah hijrah.
• Ashim bin `Ubaidilah dadla’ifkan oleh Ibnu Ma’in, menurut keterangan Bukhari,
periwayatannya munkar
• Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar, merupakan salah seorang fukaha Madinah yang tujuh,
dari generasi kedua dan periwayatnnya dikeluarkan oleh jama’ah.
• CARA TIDUR RASULULLAH SAW
“Sesungguhnya Nabi saw. bila berbaring di tempat tidurnya, beliau letakkan
telapak tangannya yang kanan di bawah pipinya yang kanan, seraya berdo’a:
“Rabbi qini `adzabaka yauma tab’atsu `ibadaka.” (Ya Rabbi, peliharalah aku dari
azab-Mu pada hari Kau bangkitkan seluruh hamba-Mu).
(Diriwayatkan oleh Muhammad bin al Matsani, dari `Abdurrahman bin Mahdi, dari Israil,
dari Abi Ishaq, dari `Abdullah bin Yazid, yang bersumber dari al Bara bin `Azib r.a.)
“Bila Rasulullah saw. berbaring di tempat tidurnya, maka beliau berdo’a :
“Allahumma bismika amutu wa ahya’. (Ya Allah, dengan nama-Mu aku mati dan
aku hidup). Dan bila Beliau bangun, maka Beliau membaca :”Alhamdulillahilla dzi
ahyana ba’dama amatana wailaihin nusyur.” (Segala puji bagi Allah, yang telah
menghidupkan aku kembali setelah mematikan daku dan kepada-Nya tempat
kembali).
(Diriwayatkan oleh Mahmud bin Ghailan, dari `Abdurrazaq, dari Sufyan, dari `Abdul Malik
bin `Umair, dari Ruba’I bin Hirasyi, yang bersumber dari Hudzaifah r.a.)
“Sesungguhnya bila Nabi saw. istirahat dalam musafirnya di malam hari, Beliau
berbaring ke sebelah kanan. Dan bila Beliau istirahat pada musafirnya menjelang
subuh, maka Beliau tegakkan lengannya dan diletakkannya kepalanya diatas
tangannya.”
(Diriwayatkan oleh alHusein bin Muhammad al Hariri, dari Sulaiman bin Harb, dari
Hammad bin Salamah, dari Humaid, dari Bakr bin `Abdullah al Mazini, dari `Abdullah bin
Rabbah, yang bersumber dari Abi Qatadah r.a.)
KEHIDUPAN RASULULLAH SAW
“Kami berada di samping abu Hurairah r.a. sedang ia memakai dua lembar kain
kattan* yang dicelup bahan Lumpur merah. Lalu ia membuang ingusnya pada
salah satu dari dua kainnya itu. Ia berkata : “Bakh, Bakh*”. Abu Hurairah
membuang ingusnya pada kain kattan itu. Selanjutnya ia bercerita :”Sungguh,
aku teringat kembali ketika aku tersungkur diantara mimbar Rasulullah saw.
dengan kamar `Aisyah r.a. karena pingsan. Tiba-tiba datang seorang laki-laki
lantas ia letakkan kakinya di atas leherku. Ia mengira aku dalam keadaan gila.
Sebenarnya aku tidak gila, tapi kejadian itu hanyalah kelaparan.”
(Diriwayatkan oleh Qutaibah bin Sa’id, dari Hammad bin Zaid, dari Ayyub, yang bersumber
dari Muhammad bin Sirin*)
• Kain Kattan ialah kain yang terbuat dari serat kayu. Atau kain yang dibuat dengan cara kasar,
biasanya disebut kain rami.
• bakh, bakh ialah kalimat yang sering digunakan oleh orang Arab untuk menyatakan rasa
kagum, atau rasa senang, atau tidak menyenangi sesuatu. Pada hadist ini, kalimat bakh,
bakh berarti suatu isyarat terhadap pernyataan kurang senang, atau keadaan yang
menyedihkan.
• Muhammad bin Sirin al Bashri adalah maula (budak yang dibebaskan) Anas bin Malik r.a.
“Rasulullah saw. tidak pernah kenyang makan roti, dan tiada pula dengan
daging, kecuali dalam keadaan dlaffaf.”
(Diriwayatkan oleh Qutaibah, dari Ja’far bin Sulaiman ad Dluba’I, yang bersumber dari
Malik bin Dinar r.a.)
Malik bin Dinar selanjutnya berkata: “Aku bertanya kepada seorang laki-laki dari
pedusunan: “Apa yang dimaksud dengan dlaffaf?” Ia menjawab: “Makan
bersama orang banyak.” “Sesungguhnya kami, keluarga Muhammad saw.
pernah selama sebulan tidak menyalakan api (tidak menanak apapun) kecuali
korma dan air.”
(Diriwayatkan oleh Harun bin Ishaq, dari `Ubadah, dari Hisyam bin `Urwah, dari ayahnya
yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
“Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya aku dijadikan takut oleh Allah dan
tiada seorangpun yang diberi rasa takut sebagaimana aku. Sungguh, aku telah
ditimpa cobaan di jalan Allah, dan tiada seorangpun yang mendapat cobaan
sebagaimana aku. Sungguh merupakan pengalaman bagiku, yaitu selama tiga
puluh hari tiga puluh malam, aku dan bilal tidak mendapatkan makanan yang
pantas dimakan orang yang mempunyai rongga perut. Waktu itu hanya ada
sedikit makanan yang disembunyikan pada ketiak bilal.”
(Diriwayatkan oleh `Abdullah bin `Abdurrahman, dari Rauh bin Aslam Abu Hatim al Bashri,
dari Hammad bin Salamah, dari Tsabit, yang bersumber dari Anas r.a.)
• NAMA-NAMA RASULULLAH SAW
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya bagiku ada beberapa nama, Yaitu:
Aku Muhammad, aku Ahmad dan aku al Mahi, maksudnya: dengan jalan aku,
Allah membasmi kekafiran. Aku juga digelari al Hasyir, yang maksudnya: umat
manusia dihimpun di belakangku. Akupun digelari al `Aqib (penerus para Nabi)”
al Aqib adalah yang tiada diiringi di belakangnya oleh hadirnya seorang Nabi.”
(Diriwayatkan oleh Sa’id bin `Abdurrahman al Makhzumi dan lainnya, dari Sufyan, dari az
Zuhri, dari Muhammad bin Jabir bin Muth’im bin `Adi*, yang bersumber dari bapaknya)
• Muth’im bin `Adi adalah pembesar kota Mekkah.
“Aku bertemu dengan Nabi saw. pada suatu jalan di Madinah. Ia bersabda: “Aku
Muhammad, aku Ahmad, aku Nabiyur-Rahmah( Nabin pembawa Rahmat) dan
aku Nabiyut-Thaubah (Nabi pengajar taubah). Aku al Muqaffi (yang datang
mengikuti jejak para Nabi). Aku al Hasyir dan Nabiyul Malahim (Nabi yang
mengalami beberapa peperangan). “
(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Tharif al Kufi, dari Abu Bakar bin `Iyyasy*, dari `Ashim,
dari Abi Wa’il, yang bersumber dari Hudzaifah r.a.)
• Abbu Bakar bin `Iyyasy, nama sebenarnya diperselisihkan. Ada yang mengatakan
Muhammad, ada yang mengatakan `Abdullah, atau Salim, atau Syu’bah. Namun
kesemuanya juga Tsiqat.
• BEKAM RASULULLAH SAW
“Rasulullah saw. berbekam, yang membekamnya adalah Abu Thaibah, maka
beliau memerintahkan untuk memberinya dua sha’* makanan. Rasulullah saw.
berbicara kepada tuannya (tuan tukang bekam), lalu mereka mengugurkan
kharajnya*.” Rasulullah saw. bersabda :”Sesungguhnya cara pengobatan kalian
yang paling afdhal ialah berbekam.” Atau (perawi ragu) :”Sesungguhnya cara
pengobatan kalian yang utama adalah berbekam.”
(Diriwayatkan oleh `Ali bin Hujr, dari Isma’il bin Ja’far, dari Humaid, yang bersumber dari
Anas bin Malik r.a.)
• KEPEKAAN RASULULLAH SAW
“Nabi saw. sangat peka melebihi anak dara pada pingitannya. Apabila beliau
tidak menyenangi sesuatu, kami dapat mengetahuinya dari perubahan air
mukanya.”
(Diriwayatkan oleh Mahmud bin Ghailan, dari Abu Daud, dari Syu’bah, dari Qatadah, dari
`Abdullah bin Abi `Utbah, yang bersumber dari Abu Sa’id al Khudri r.a.)
`Aisyah berkata :”Aku tidak pernah memandang kemaluan Rasulullah saw.” Atau
ia berkata :”Sekali-kali aku tidak pernah melihat kemaluan Rasulullah saw.”
(Diriwayatkan oleh Mahmud bin Ghailan, dari Waki’, dari Sufyan, dari Manshur, dari Musa
bin `Abdullah bin Yazid al Khathimi, dari Maula `Aisyah, yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
• Abu Thaibah adalah nama panggilan bagi Nafi’, ia adalah budak Bani Haritsah atau budak
kepunyaan Abu Mas’ud al Anshari.
• Sha’(gantang) adlah takaran. Satu Sha’sama dengan empat mud, sedangkan satu mud sama
dengan tujuh ons.
• Kharaj ialah suatu kesepakatan antara tuan dengan budak untuk membayar kepada tuannya
sejumlah uang, sewaktu budak tidak bekerja pada tuannya.
Dalam peristiwa ini Abu Thaibah seharusnya membayar tiga Sha’, tapi karena ia telah membayar
dua Sha’, hasil membekam Rasulullah saw. Maka yang satu Sha’lagi digugurkan oleh tuannya
setelah Rasulullah saw. berbicara dengan tuannya.
“Nabi saw. berbekam dan memerintahkan kepadaku (untuk membayar), maka
kuberikan pada tukang bekam upahnya.”
(Diriwayatkan oleh `Amr bin `Ali, dari Abu Daud, dari Waraqa’ bin `Umar, dari `Abdil A’la,
dari Abi Jamilah, yang bersumber dari `Ali k.w.)
“Rasulullah saw. pernah berbekam pada dua urat leher dan tengkuk. Beliau
berbekam pada tanggal 17,19, dan 21.”
(Diriwayatkan oleh `Abdul Quddus bin Muhammad al `Athar al Bashri, dari `Amr bin
`Ashim, dari Hamman, dan diriwayatkan pula oleh Jarir bin Hazm, keduanya menerimanya
dari Qatadah, yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
“Rasulullah saw. bersabda :”Barangsiapa berbekam pada tanggal 17,19 dan 21,
tentulah tindakannya itu jadi penyembuh bagi setiap penyakit.”
(Riwayat Abu Daud)

Wafat Rasulullah SAW


“Terakhir kali aku memandang Rasulullah saw. yaitu tatkala tirai kamarnya dibuka pada hari Senin. Aku memandang wajahnya bagaikan kertas mushaf (dalam keelokan dan kebersihannya) . Orang-orang shalat di belakang Abu Bakar r.a. Hampir saja terjadi kegoncangan diantara umat, kemudian ia (Abu Bakar r.a.) memerintahkan umat agar tenang. Abu Bakar memimpin mereka, tirai kamar Nabi saw. dibuka, dan Rasulullah saw. kedapatan telah wafat pada akhir hari itu.”
(Diriwayatkan oleh Abu `Ammar al Husein bin Huraits, dan diriwayatkan pula oleh Qutaibah bin Sa’id dan sebagainya, mereka menerima dari Sufyan bun `Uyainah, dari Zuhri, yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
“Tatkala Rasulullah saw. sakit, beliau (Rasulullah) sempat pingsan, kemudian sadar kembali. Beliau bersabda: “Apakah waktu shalat telah tiba?” Para sahabat menjawab: “Ya”. Kemudian beliau bersabda: “Perintahkan Bilal agar
mengumandangkan adzan dan perintahkan agar Abu Bakar shalat (menjadi imam) bagi umat (atau beliau berkata, perawi ragu) bersama umat.” Selanjutnya Salim berkata: “Kemudian beliau pingsan kembali, kemudian sadar kembali,seraya bersabda: “Apakah waktu shalat tiba telah tiba ?” Para sahabat menjawab: “Ya”. Kemudian beliau bersabda: “Perintahkan agar Bilal mengumandangkan adzan dan perintahkan agar Abu Bakar melaksanakan
shalat bersama umat.” `Aisyah berkata (usul) kepada Rasulullah saw. :
“Sesungguhnya ayahku amat perasa. Bila ia berdiri di tempat itu (tempat Rasulullah saw. mengimami), ia akan menangis, dan ia takkan mampu berdiri.
Bagaimana sekiranya Anda perintahkan saja orang lain!” Salim bercerita lagi: “Kemudian beliau pingsan lagi, kemudian sadar kembali, seraya bersabda:
“ Perintahkan agar Bilal mengumandangkan adzan dan perintahkan agar Abu Bakar melaksanakan shalat dengan umat (menjadi imam).Sesungguhnya kalian (wahai kaum wanita) bagaikan wanita pada masa Nabi Yusuf**.”
KemudianSalim melanjutkan ceritanya: “Maka Bilal diperintahkan, ia pun mengumandangkan adzan dan Abu Bakar diperintah, ia pun shalat bersama umat (menjadi imam). Kemudian Rasulullah saw. agak berkurang rasa sakitnya, maka beliau bersabda: “Carikan untukku orang yang bersedia aku telekani!”
Maka datanglah Burairah* dan seorang laki-laki lainnya, kemudian Rasulullah saw. bertelekan pada keduanya. Manakala Abu Bakar melihatnya, ia pun mengundurkan diri (dari kedudukan menjadi imam), namun Rasulullah saw. mengisyaratkan agar ia tetap di tempat, akhirnya Abu Bakarpun selesai mengerjakan shalat (mengimami). * Kemudian Rasulullah saw. wafat, maka `Umar bin Khattab r.a. berkata: “Demi Allah, tiada seorangpun yang kudengar menyebutkan Rasulullah saw. wafat, melainkan akan kupancung (kepalanya) dengan pedangku ini!” Salim menceritakan lagi: “Umat pada waktu itu tidak mengetahui. (Hal itu dapat di mengerti) sebab sebelumnya tidak ada pada seorang Nabi. Maka sewaktu `Umar berbuat demikian umat hanya berdiam diri.
Kemudian mereka berkata: “Wahai Salim! Berangkatlah engkau menemui sahabat Rasulullah saw. (Abu Bakar) dan panggillah kemari!” Kutemui Abu Bakar sewaktu ia berada di dalam masjid. Kudekati dia sambil menangis karena kebingungan. Manakala ia melihat daku, iapun bertanya: “Apakah Rasulullah saw telah wafat?”. Aku menjawab: sungguh umar berkata: “tak seorangpun yang kudengar menyebut rasulullah saw. wafat, melainkan ia akan aku pancung dengan pedangku ini!” Abu Bakar berkata kepadaku: “Sudah, berangkatlah!”
Maka berangkatlah aku bersamanya. Setibanya, orang-orang telah masuk ke rumah Rasulullah saw., untuk itu ia berkata: “Wahai umat Muhammad! Berilah aku jalan!” Kemudian mereka memberi jalan untuk Abu Bakar. Ia menghampiri jenazah Rasulullah saw. ia bersimpuh dan menyentuhnya, seraya membaca al-Qur’an (Q.S 39 az Zumar: 30), yang artinya: “Sesungguhnya engkau akan mati dan sesungguhnya mereka pun akan mati.” Para sahabat bertanya: “Wahai sahabat Rasulullah saw! (ditujukan kepada Abu Bakar) Apakah Rasulullah saw. telah wafat ?”. Ia (Abu Bakar) menjawab: “Ya”. Tahukah mereka bahwa benar apa yang terjadi. Mereka berkata: “Wahai sahabat Rasulullah, apakah dilakukan shalat jenazah juga bagi Rasulullah saw. ?” Ia menjawab: “Ya”. Mereka bertanya lagi: “Bagaimanakah caranya?”. Ia menjawab: “Serombongan masuk, kemudian bertakbir, membaca shalawat dan berdo’a, kemudian keluar.
Setelah itu masuklah serombongan berikutnya, lalu bertakbir, membaca shalawat dan berdo’a, kemudian keluar sampai semua orang kebagian.” Mereka bertanya lagi:
“Wahai sahabat Rasulullah saw! Apakah Rasulullah saw juga dikebumikan? “. Ia menjawab: “Ya”. Mereka bertanya: “Di mana?”. Ia menjawab: “Di tempat beliau wafat, di mana Allah mencabut ruhnya pada tempat itu, karena Allah tidak mencabut ruhnya melainkan pada tempat yang baik.” Yakinlah mereka bahwa apa yang dikatakan Abu Bakar itu benar. Kemudian ia memerintahkan mereka agar yang memandikan beliau adalah sepupu beliau dari garis keturunan ayah beliau.
Orang-orang Muhajirin bermusyawarah (tentang khalifah sesudahnya) maka berkatalah mereka: “Temuilah teman-teman kita dari kelompok Anshar, kita ikut sertakan mereka bersama kita pada perumusan perkara ini (Khalifah)!”
Golongan Anshar berkata: “Dari golongan kami seorang wakil.” `Umar bin Khattab berkata: “Siapakah gerangan yang dapat menandingi orang yang memiliki tiga keutamaan? Ia adalah salah seorang dari dua orang di kala keduanya (Abu Bakar dan Nabi saw.) berada di dalam gua. Di kala itu Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kamu berduka cita sesungguhnya Allah bersama kita.” (Q.S. at Taubah:40).
Siapakah gerangan orang yang berdua itu? Salim melanjutkan ceritanya: Kemudian ia (`Umar) mengulurkan tangannya, maka mereka para sahabat berbai’at kepadanya (Abu Bakar) dan seluruh umat pun ikut memberikan bai’at kepadanya dengan bai’at yang tulus ikhlas.”(Diriwayatkan oleh Nashr bin `Ali al Jahdlami, dari `Abdullah bin Daud, dari Salamah bin Nubaith, dari Nu’aim bin Abi hind, dari Nubaith bin Syarith, yang bersumber dari Salim bin
`Ubaid r.a.)
• Salim bin `Ubaid al Asyja’i adalah sahabat Rasulullah saw. Yang Tsiqat. Ia adalah salah seorang dari ahli shufah (yang tinggal diemper masjid), Sebagaimana Abu Hurairah.
Periwayatannya dikeluarkan oleh ahli hadist yang empat dan imam Muslim.
• Maksudnya dalam menyatakan perasaan yang tersembunyi.
• Burairah berasal dari Habsyi, ia adalah budak yang telah dimerdekakan oleh `Aisyah r.a.
• HARTA PUSAKA RASULULLAH SAW
“Rasulullah saw. tidak meninggalkan pusaka kecuali sebilah pedang, seekor keledai dan sebidang kebun yang dijadikan sebagai sedekah.” (Diriwayatkan oleh Ahmad bin Mani’, dari Husein bin Muhammad, dari Israil, dari Abi Ishaq, yang bersumber dari `Amr bin al Harits r.a.*)
• Ia adalah saudara Juraiyah (isteri Rasulullah saw.)
• MIMPI BERTEMU DENGAN RASULULLAH SAW
“Barang siapa bermimpi melihatku di dalam tidurnya maka sesungguhnya ia benar-benar melihatku. Karena sesungguhnya syaitan tidak mampu menyerupaiku. “(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari `Abdurrahman bin Mahdi, dari Sufyan, dari Abi Ishaq, dari Abil Akhwash, yang bersumber dari `Abdullah bin Mas’ud.”)
“Sesungguhnya Nabi saw. bersabda: “Barang siapa melihat aku pada waktu tidur (mimpi), maka sesungguhnya ia benar-benar melihat aku. Sesungguhnya syaitan tidak dapat menyerupaiku. ” Beliau bersabda lagi: “Dan mimpi orang yang Mu’min itu merupakan satu bagian dari 46 bagian sifat kenabian.”(Diriwayatkan oleh `Abdullah bin `Abdurrahman ad Darami, dari Mu’alla bin Asad, dari `Abdul `Aziz bin Mukhtar, dari Tsabit, yang bersumber dari Anas r.a.)
Penutup
1 Votes


Dengan segala kerendahan diri, puji serta syukur kita hanya teruntuk Tuhan yang satu, Tuhan Yang Agung, Tiada Tuhan Selain-Nya, Allah swt. serta shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada junjungan kita, suri tauladan kita, ya Habiballah Nabi Muhammad saw. Beserta keluarga, sahabat dan pengikut-pengikutnya hingga akhir zaman.
Sungguh betapa indah dan betapa beruntungnya umat Nabi saw. yang hidup di masa beliau hidup, umat yang ikut setiap jejak langkah beliau berjihad fi sabilillah di bawah panji la ilaha ilallah. Namun sebenarnya kita lebih baik karena kita umat Nabi saw.
Yang hidup di masa beliau telah tiada berabad-abad lalu tetapi kita selalu mencintai dan merindukan Rasulullah saw. dan seharusnyalah bila kita mengaku mencintai dan merindukan beliau maka ikutilah sunnah- sunnah beliau tetapi tetap dahulukanlah yang wajib. Sesungguhnya Nabi saw. Tidak akan puas, tidak akan bahagia, tidak akan senang jikalau seorang dari umat beliau masih berada dalam neraka.
Wahai Rasulullah saw. betapa indahnya dirimu, engkau suri tauladan yang baik. Wahai Rasulullah engkau adalah sebaik-baik ciptaan yang diciptakan oleh Allah swt.Wahai Rasulullah saw. betapa dinantikannya dirimu, hingga para Nabi sebelummu pun ingin menjadi umatmu.
Wahai Rasulullah saw betapa dicintainya engkau, hinga saat engkau wafat tiada yang percaya bahkan sahabat `Umar berkata: “Tak seorangpun yang kudengar menyebut Rasulullah saw. wafat, melainkan ia akan kupancung dengan pedangku ini!”Wahai Rasulullah saw. sungguh diri ini, ruh ini dan seluruh umatmu umat muslim mencintai dan merindukanmu, maka berilah syafa’at kepada kami dihari akhirat nanti agar kami dapat berkumpul dengan engkau di surga Allah swt.
Sungguh tiada kesenangan yang melebihi kesenangan disaat terlantunkan kalimat-kalimat Al-Qur’an.Sungguh tiada kebahagiaan yang melebihi kebahagiaan disaat teringat akan kabar gembira yang dijanjikan Allah swt dalam setiap ayat Qur’an. Sungguh tiada kesedihan melebihi kesedihan disaat terbaca kalimallah yang mengabarkan tentang kepedihan yang akan kau berikan kepada orang-orang yang lalai.
Sungguh tiada ketakutan yangt melebihi ketakutan akan azabmu yang pedih.Dan sungguh tiada ketenangan dan kedamaian yang tercipta layaknya saat terlantunkan lisan dan hati ini mengucap LA ILAHA ILALLAH MUHAMMADURRASULULLAH.
Ya Allah semoga buku ini dapat menyegarkan hati umat islam dan mengabarkan betapa mulianya manusia yang Kau ciptakan sebagai khataman nabiyyin.Semoga kami yang mempelajari buku ini Kau masukkan ke dalam golongan orang-orang yang Kau ampuni dosanya dan orang-orang yang mendapatkan syafa’at dari Baginda Nabi Muhammad saw. Amiin ya robbal `Alamiin.
Pentingnya Sirah Nabawiyah untuk memahami Islam

Pentingnya Sirah Nabawiyah untuk memahami Islam

Tujuan mengkaji Sirah Nabawiyah bukan sekedar untuk mengetahui peristiwa-peristiwa sejarah yang mengungkapkan kisah-kisah dan kasus yang menarik. Karena itu, tidak sepatutnya kita menganggap kajian fikih Sirah Nabawiyah termasuk sejarah, sebagaimana kajian tentang sejarah hidup salah seorang Khalifah, atau sesuatu periode sejarah yang telah silam.
Tujuan mengkaji Sirah Nabawiyah adalah agar setiap Muslim memperoleh gambaran tentang hakekat Islam secara paripurna, yang tercermin di dalam kehiduapn Nabi Muhammad saw, sesudah ia dipahami secara konseptional sebagai prinsip, kaidah dan hukum. Kajian Sirah Nabawiyah hanya merupakan upaya aplikatif yang bertujuan memperjelas hakekat Isam secara utuh dalam keteledanannya yang tertinggi, Muhammad saw.
Bila kita rinci, maka dapat dibatasi dalam beebrapa sasaran berikut ini :
1. Memahami pribadi kenabisan Rasulullah saw melalui celah-celah kehidupan dan kondisikondisi yang pernah dihadapinya, utnuk menegaskan bahwa Rasulullah saw bukan hanya seorang yang terkenal genial di antara kaumnya , tetapi sebelum itu beliau adalah seorang Rasul yang didukung oleh Allah dengan wahyu dan taufiq dari-Nya.
2. Agar manusia menndapatkan gambaran al-Matsatl al A’la menyangkut seluruh aspek kehidupan yang utama untuk dijadikan undang-undang dan pedoman kehidupannya. Tidak diragukan lagi betapapun manusia mencari matsal a’la ( tipe ideal ) mengenai salah satu aspek kehidupan , dia pasti akan mendapatkan di dala kehiduapn Rasulullah saw secara jelas dan sempurna. Karena itu, Allah menjadikannya qudwah bagi seluruh manusia.Firman Allah: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu …“ QS al-Ahzab : 21
3. Agar manusia mendapatkan , dalam mengkaji Sirah Rasulullah ini sesuatu yang dapat membawanya untuk memahami kitab Allah dan semangat tujuannya. Sebab, banyak ayatayat al-Quran yang baru bisa ditafsirkan dan dijelaskan maksudnya melalui peristiwaperistiwa ynag pernah dihadapi Rasulullah saw dan disikapinya.
4. Melalui kajian Sirah Rasulullah saw ini seorang Muslim dapat mengumpulkan sekian banyak tsaqofah dan pengetahuan Islam yang benar, baik menyangkut aqidah, hukum ataupun akhlak. Sebab tak diragukan lagi bahwa kehiduapn Rasulullah saw merupakan gambaran yang konkret dari sejumlah prinsip dan hukum Islam
5. Agar setiap pembina dan da’i Islam memiliki contoh hidup menyangkut cara-cara pembinaan dan dakwah. Adalah Rasulullah saw seorang da’i pemberi nasehat dan pembina yang baik, yang tidak segan-segan mencari cara-cara pembinaan yang pendidikan terbaik selama beberapa periode dakwahnya.
Di antara hal itu terpenting yang menjadikan Sirah Rasulullah saw cukup untuk memenuhi semua sasaran ini adalah bawah seluruh kehidupan beliau mencakup seluruh aspek sosial dan kemanusiaan yang ada pada manusia, baik sebagai pribadi ataupun sebagai anggota masyarakat yang aktif.
Kehidupan Rasulullah saw memberikan kepada kita contoh-contoh mulia, baik sebagai pemuda Islam yang lurus perilakunya dan terpercaya di antara kaum dan juga kerabatnya, ataupun sebagai da’i kepada Allah dengan hikmah dan nasehat yang baik, yang mengerahkan segala kemampuan utnuk menyampaikan risalahnya. Juga sebagai kepala negara yang mengatur segala urusan dengan cerdas dan bijaksana, sebagai suami teladan dan seorang ayah yang penuh kasih sayang, sebagai panglima perang ang mahir, sebagai negarawan ynag pandai dan jujur, dan sebagai Muslim secara keseluruhan (kaffah) yang dapat melakukan secara imbang antara kewajiban beribadah kepada Allah dan bergaul dengan keluarga dan sahabatnya dengan baik.
Maka kajian Sirah Nabawiyah tidak lain hanya menampakkan aspek-aspek kemanusiaan ini secara keseluruhan yang tercermin dalam suri tauladan yang paling sempurna dan terbaik.